Pro Kontra Diskusi Publik PWI Kepri – FH Unrika Batam Tentang Komunisme Gaya Baru

Jpeg
Jpeg
Jpeg

BATAM, WARTAKEPRI.CO.ID  – Di dunia ini ada dua kekuatan poros super power, Tiongkok dan Rusia yang sama-sama beraliran komunis. Poros lainnya adalah Amerika Serikat dan sekutnya yang berpaham liberalis.  Dulu kita berada diantara mereka, komunis dan liberalis, dan kita tidak berpihak kepada salah satunya. Kita punya ideology sendiri, Pancasila.

Demikian ungkap Kepala Kesbangpolinmas Provinsi Kepri, Safri Salisman saat menyampaikan paparannya menggantikan Penjabat Gubernur Kepri pada Diskusi Publik PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Kepri bekerjasama dengan Fakultas Hukum (FH) Universitas Riau Kepulauan (Unrika) di Kampus Unrika Batuaji Batam, Selasa, 22 Desember 2015.

“Kini sudah ada orang-orang yang berusaha mengajak kita untuk bergabung dengan salah satu aliran tersebut,” ujar Safri Salisman di hadapan para mahasiswa dari berbagai universitas di Provinsi Kepri.

HARRIS DAY BATAM

Diskusi publik yang mengangkat tema, “Peran Masyarakat dan Media Massa Dalam Memutus Mata Rantai Komunisme Gaya Baru (KGB) di Provinsi Kepri”. Hadir sebagai narasumber, Drs. H. Razali Jaya, M. Sy, Ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Kepri, Pristika Handayani, SH. MH, (Dekan Fakultas Hukum Unrika Batam), Eddy Prasetyo (Penasehat GP Ansor Kota Batam) dan Richard Nainggolan (Sekretaris Dewan Kehormatan Ketua PWI Kepri/Wakil Pemimpin Redaksi Harian Tribun Batam).

Ditambahkan Safri Salisman, Dalam perjalanan sejarah komunis di Indonesia, puncaknya adalah saat Presiden Soekarno berada diantara DN. Aidit, Soeharto dan pemberontak DII/TII.

“Kalau DI/TII memang, maka negara kita menjadi negara Islam, kalau DN. Aidit menang, maka akan menjadi komunis. Tapi untungnya yang menang Soeharto, maka jadilan negara kita berlandaskan Pancasila,” papar doctor alumni Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) Surabaya itu lagi.

Safri Salisman juga memaparkan pengalaman waktu kecilnya. “Bapak saya dulu itu tentara, saya waktu itu berumur 7 saat terjadinya pembantaian oleh PKI. Saya dan bapak saya gali lubang, katanya untuk tempat saya berlindung. Bapak saya, seorang Wakil Komandan Kompi. Lalu, ternyata Komandan Kompinya itu kena tangkap, karena komunis. Untuk apa lubang itu semua, ternyata bapak saya dan semua tentara di asrama itu mau dikubur dalam tanah yang kami gali itu. Itulah pengalaman kekejaman PKI yang sudah kita lupakan.”

Pengalaman serupa juga diungkapkan oleh Razali Jaya, Ketua FKUB Provinsi Kepri. Dirinya juga mengalami dan menyaksikan kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Saat itu, ungkap Razali Jaya, saya berada di Tanjungbatu. Kami juga diminta untuk menggali lubang yang belakangan kami tahu bahwa lubang itu untuk kubur kami.

“Jadi, melalui diskusi ini, diharapkan para mahasiswa yang hidup belakangan dan tidak mengetahui sejarah, apalagi bersentuhan langsung dengan peristiwa kekejaman PKI, dapat mengetahui dengan baik sejarah perjalan bangsa ini,” tuturnya.

Dengan mengetahui sejarah itu, tambahnya, tidak terulang lagi pengalaman buruk di masa lalu itu.

“Jangan sampai KGB eksis di Kepri. Karena itulah, kewajiban kita semua untuk mencari tahu dan mendeteksi di mana pergerakan mereka itu, dalam bahasa agama disebut dengan tabayyun,” ujar mantan Kepala Kanwil Depag Provinsi Kepri itu lagi.

Sementara itu, Penasehat GP Ansor Kota Batam, Eddy Prasetyo memaparkan mengenai sejarah perjalanan komunisme masuk Indonesia di awal tahun 1920-an. Sampai dengan berbagai upaya kudeta dan perebutan kekuasaan yang mereka lakukan.

“Semuanya dengan kekerasan, karena itulah maniversto komunis,  merebut kekuasaan dengan darah dan kekerasan,” ujar tokoh pemuda yang baru saja kembali dari Jakarta untuk mengumpulkan 50 Presiden BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-Pulau Jawa itu.

Acara yang dimoderatori oleh wartawan senior Majalah Tempo, Rumbadi Dalle itu mendapat tanggapan antusias para mahasiswa dan aktivis LSM. Diantara mereka bahwa ada yang berasal dari Tanjungpinang, mahasiswa Universitas Maritim Raja Ali Haji (Umrah).

Sebelumnya, dilakukan penandatanganan MoU antara PWI Kepri dan FH Unrika Batam dalam bidang pendidikan dan latihan. Note kesepahama itu ditandangani oleh Dekan FH-Unrika Batam, Pristika Handayani dan Sekretaris Dewan Kehormatan PWI Kepri, Richard Nainggolan.

“Ada beberapa mahasiswa kami yang berprefesi wartawan, dengan menjalin hubungan ini diharapkan dapat lebih meningkatkan kerjasama antara kedua belah pihak,” ujar Pristika Handayani.

S‎ementara itu, Dedy Suwadha Ketua Panitia Pelaksana Diskusi menjelaskan diskusi dilaksanakan PWI Kepri dilakukan sebulan sekali. Tema diskusi dipilih sesuai isu kekinian, dan tidak membahas permasalahan pemerintahan atau politik. Sedangkan peserta, PWI memilih kalangan akademisi dan praktisi serta mahasiswa di Kepri.

” Isu politik dan pemerintahan kita hindari, dan media tetap penyeimbang dan tidak ingin memanfaatkan isu pemerintahan dan politik untuk dijadikan tema diskusi,” ungkap Dedy

Diskusi membahas Komunisme ini ada komentar peserta yang menentang keras jika ada faham komunis muncul lagi. Terutama peserta yang sudah berumur, dan menceritakan keganasan PKI tahun 1965. Sisi lain, peserta muda dari kalangan mahasiswa, ada yang bertepuk tangan jika Komunisme sebagai Ideologis saja, dan tidak pemerintah saat ini, melakukan kerjasama dengan negara yang ideologisnya komunis. (swd)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

JADWAL KAMPANYE KPU KEPRI
DPRD BATAM 2024