
WARTAKEPRI.co.id, KARIMUN – Bersumber dari laporan masyarakat ring satu, beserta Forum Peduli Kesejahteraan Lingkungan (FPKL) Kampung Ambat Jaya, Desa Pangke Barat, Kecamatan Meral Barat Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, akhirnya NGO Akar Bhumi Indonesia mengadukan kasus pencemaran lingkungan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Surat dengan nomor 620/ABI-BPPH SUMATERA/PT SAIPEM GATES-XII/2022
berisikan tentang aduan dugaan pelanggaran hukum oleh PT Saipem Indonesia Branch Karimun (SIBK).
Surat aduan tertanggal 12 Desember 2022 tersebut, ditembuskan kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kepulauan Riau, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karimun, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karimun.
Ketua Akar Bhumi Indonesia, Soni Riyanto menuturkan bahwa, dari hasil verifikasi di lapangan oleh tim advokasi NGO Akar Bhumi Indonesia, telah menemukan beberapa pelanggaran.
“Hasil verifikasi lapangan oleh tim advokasi NGO Akar Bhumi Indonesia, PT Saipem Indonesia Branch Karimun (SIBK) diduga telah melanggar hukum,” kata Soni, Jum’at (16/12/2022).
Adapun dugaan pelanggaran hukum, menurutnya yakni berupa pencemaran udara akibat aktifitas sandblasting PT Saipem Indonesia Karimun Branch di lingkungan Kampung Ambat Jaya.
“Serta kegiatan reklamasi dan juga dumping area di pesisir Sungai Ambat Jaya,” paparnya.
Soni membeberkan spesifikasi dugaan pelanggaran tersebut diantaranya telah melanggar UU nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tidak hanya itu saja, dirinya menyebut PT Saipem Indonesia Karimun Branch sendiri telah melanggar Perpres nomor 122 tahun 2012, tentang reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
“Selanjutnya perusahaan raksasa asal Italia tersebut telah melanggar UU nomor 27 tahun 2007, junto UU nomor 1 tahun 2014, tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,” beber Soni.
Ditambah lagi, kata Soni PT Saipem telah melawan hukum terkait Peraturan Menteri KKP nomor 25 tahun 2019, tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
“Ditambah lagi Peraturan Pemerintah nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” sebut Soni.
Untuk itu, pihaknya terus menelusuri dampak kerusakan lingkungan, akibat seluruh aktifitas PT Saipem.
Karena menurutnya, hal tersebut merupakan kejahatan lingkungan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa, mengingat dampaknya cukup panjang dan sangat merugikan.
“Dikatakan sebagai kejahatan luar biasa karena memberi dampak negatif bagi kehidupan masyarakat luas,” tegas Soni.
Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Pendiri (Founder) Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan menyebut, perlunya keterlibatan seluruh pihak, dalam upaya menciptakan kelestarian lingkungan yang selaras, baik dan sehat.
“Perlu kolaborasi sekaligus keterlibatan seluruh pihak dalam upaya menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana amanat konstitusi,” ujar Hendrik.
Untuk itu menurutnya sinergitas seluruh instansi terkait, baik itu dari komponen masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat serta peran media masa sangat diperlukan.
“Telah banyak regulasi untuk melindungi lingkungan, namun dibutuhkan pengawasan atas pelaksanaannya. Ini juga bentuk dukungan penguatan pada pemerintah daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan,” tandasnya.(Aman)