JAKARTA – Penggunaan kecerdasan buatan atau teknologi artificial intelligence (AI) dalam industri media, jurnalisme telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan penggiat media massa.
Imam Wahyudi, pemateri dalam acara Unconference dengan tema “New Talent for News Room: Meningkatkan Daya Tarik dan Retensi Profesi Pers”, menyampaikan pandangannya tentang peran teknologi AI dalam jurnalisme.
Imam Wahyudi menggambarkan bagaimana teknologi AI telah mampu menyajikan berita dan reportase secara detail, akurat, dan cepat, bahkan melampaui kemampuan manusia dengan adanya augmented reality.
BACA JUGA: HPN 2024: Ramon Damora Pemuncak Lomba Baca Puisi Wartawan-Penyair Nasional
Namun, menurutnya, teknologi AI hanya mampu bekerja pada tingkat dasar. Masih memiliki keterbatasan ketika sampai pada tingkat deep learning.
“Masa kini membutuhkan jurnalis yang sangat kreatif. Saya menekankan kepada pengelola media untuk memilih wartawan yang memiliki bakat untuk bersaing dengan robot jurnalisme,” ujar Imam, yang juga merupakan anggota Dewan Pers di Candi Bentar, Ancol, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Namun, terdapat benturan kepentingan antara pemilik bisnis media yang cenderung mengutamakan keuntungan dengan menggunakan teknologi AI untuk menggantikan pekerja manusia di redaksi.
BACA JUGA: Calon DPD Dapil Kepri: Empat Nama Ini Mendominasi
Imam menegaskan bahwa media harus menjalankan fungsi sosialnya sesuai dengan amanat Pasal 33 UU Pers Nomor 40, yang menempatkan fungsi sosial sebagai prioritas.
Hanya Menyentuh Teknik, Tidak Nilai
Imam menyoroti bahwa teknologi AI seperti ChatGPT atau Caktus AI hanya dapat menyentuh aspek teknis jurnalistik, namun tidak mampu menyuntikkan nilai atau memproses fakta menjadi informasi publik.
“Nilai itu hanya dimiliki oleh manusia. Ini adalah perbedaan antara jurnalistik dan jurnalisme. Jurnalisme memiliki nilai epistemik yang tidak dapat dilakukan oleh mesin,” tambahnya.
Diskusi ini juga mencakup pertanyaan tentang potensi distopia ketika teknologi deep learning mencapai kemampuan untuk menghasilkan nilai yang dibutuhkan dalam jurnalisme.
Namun, Imam menyatakan optimis bahwa nilai-nilai kemanusiaan akan memenangkan pertarungan. Serta peran negara sangat penting untuk mengendalikan dampak disrupsi teknologi yang mengancam manusia.
Diskusi ini merupakan bagian dari Konvensi Nasional Media Massa yang dihadiri oleh berbagai pembicara, termasuk Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Neza Patria. Konvensi ini dimulai dengan kata sambutan dari Ketua PWI Pusat, Hendry Chairuddin Bangun. (*)
Editor: Denni Risman