NATUNA – Di balik gemuruh ombak Laut Natuna yang memukau, tersimpan kisah-kisah manusia yang setia menjaga warisan leluhur bertani kelapa dan cengkeh. Di sini, di tanah yang subur di Bunguran, pohon kelapa bukan sekadar tanaman, melainkan penyambung hidup, pengantar anak-anak ke bangku kuliah, dan penjaga martabat keluarga.
Indra (42), seorang petani kelapa dari Desa Sepempang, masih ingat betul bagaimana orang tuanya dulu membiayai sekolahnya hingga ke perguruan tinggi hanya dari hasil kebun kelapa dan cengkeh.
“Dulu, kalau musim panen tiba, ayah saya selalu bilang, ‘Ini rezeki dari Tuhan, jangan lupa bersyukur,'” kenangnya sambil memandang pohon kelapa tua di kebunnya yang sudah berusia puluhan tahun.
Kini, Indra dan ratusan petani lain di Natuna bersemangat menyambut program peremajaan kelapa yang diusung Bupati Natuna, Cen Sui Lan.
“Kami sudah lama menunggu ini. Kelapa kami sudah tua, produksinya turun. Tapi kami yakin, dengan dukungan pemerintah, kami bisa bangkit lagi,” ujarnya dengan senyum penuh harap.
Sebelum nya, Pada Rabu (12/3/2025), dalam safari Ramadhan bersama masyarakat, Cen Sui Lan menegaskan komitmennya untuk membangkitkan kejayaan pertanian Natuna. “Kita punya potensi besar. Kelapa, cengkeh, dan karet adalah tulang punggung ekonomi masyarakat. Tapi pohon-pohon kita sudah tua, butuh peremajaan,” ujar Bupati dengan nada tegas namun penuh empati.
Kabupaten Natuna, yang lebih dikenal dengan kekayaan lautnya, ternyata menyimpan potensi pertanian yang luar biasa. Beberapa kecamatan seperti Bunguran Tengah, Bunguran Batubi, dan Serasan Timur telah lama menjadi sentra pertanian. Namun, seiring waktu, banyak kebun kelapa yang tak lagi produktif.
“Kami akan mulai program peremajaan tahun ini. Anggarannya akan dioptimalkan melalui setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah), karena kami ingin memastikan bantuan tepat sasaran,” jelas Cen Sui Lan.
Ia juga menyoroti peluang ekspor kelapa ke Tiongkok yang baru dibuka tiga bulan lalu. “Ini kesempatan emas. Natuna bisa menjadi pusat produksi kelapa terbaik,” lugasnya.
Tak jauh dari rumah Indra, Siti Aminah (47), seorang janda dengan tiga anak, juga menggantungkan hidupnya pada kebun cengkeh warisan suaminya. “Dulu, suami saya bilang, ‘Jaga kebun ini baik-baik, ini masa depan anak-anak kita.’ Sekarang, meski tanamannya sudah tua, saya tetap merawatnya,” tuturnya sambil membersihkan rumput liar di antara batang cengkeh.
Bagi Siti, program peremajaan bukan sekadar soal mengganti pohon tua dengan yang baru, melainkan tentang melanjutkan warisan cinta dari generasi ke generasi. “Saya ingin anak-anak saya kelak tetap bisa hidup dari kebun ini, seperti ayah mereka dulu.”
Isniadi, Sekretaris Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Natuna, mengakui bahwa selain kelapa, cengkeh dan durian Ceruk juga menjadi komoditas unggulan. “Durian Ceruk sudah terkenal enak. Ini bisa jadi daya tarik wisata kuliner sekaligus meningkatkan ekonomi petani,” ujarnya.
Selain perkebunan, Natuna juga memiliki lahan pertanian padi yang produktif. Setelah panen padi, petani biasanya menanam palawija atau sayuran untuk menambah pendapatan. “Ini strategi kami agar petani punya banyak sumber penghasilan,” jelas Isniadi.
Namun, tantangan tetap ada. Akses pemasaran yang terbatas dan minimnya teknologi pengolahan menjadi kendala utama. “Kami butuh pendampingan lebih, terutama dalam hal pengemasan dan pemasaran,” ungkap Indra.
Cen Sui Lan berjanji akan mendorong program pelatihan dan pendampingan bagi petani. “Kami ingin petani Natuna tidak hanya jadi produsen, tapi juga bisa mengolah hasilnya sendiri. Misalnya, kelapa bisa dijadikan minyak atau produk turunan lain yang nilai jualnya lebih tinggi,” paparnya.
Harapan itu pun disambut antusias oleh masyarakat. Di sebuah warung kopi sederhana di Ranai, sejumlah petani berkumpul mendiskusikan masa depan mereka. “Kami siap bekerja keras, asal pemerintah juga mendukung,” kata Mahmud (56), petani karet yang juga ingin beralih ke kelapa.
Di tengah terik matahari, anak-anak berlarian di antara kebun kelapa, seolah menjadi simbol harapan baru. Mungkin, suatu hari nanti, merekalah yang akan meneruskan jejak orang tua mereka—menjaga kebun, merawat warisan, dan menulis kisah baru tentang Natuna yang mandiri dari akar rumput.
(Rk)