WARTAKEPRI.co.id, BINTAN – Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kepulauan Riau Ing.Iskandarsyah berharap penelitian dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia dan hasil riset Institute of Critical Zoologists (ICZ) Jepang di Pulau Pejantan, Kecamatan Tambelan Natuna, menjadi pusat pengetahuan baru bagi ilmuwan dunia. Karena penelitian lembaga ICZ ini menemukan 350 spesies baru, baik tumbuhan maupun hewan.
” Karena berdasarkan hasil riset ICZ Jepang, mereka menemukan 350 spesies baru di Pulau Pejantan. Sedangkan hasil riset Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan 93 spisies diantaranya 53 spesies sudah teridentifikasi dan 40 spesies belum teridentifikasi,” ujar Iskandarsyah, kemarin.
Sebaiknya berdasarkan temuan lembaga tersebut, pemerintah daerah Kepri apakah melalui Bappeda harus segera menindaklanjutinya dengan melakukan kajian lebih dalam atau bertatap muka ke KLHK guna mencari tahu lebih jauh tentang hasil riset mereka.
Berdasarkan hasil riset tersebut, kata dia, sudah layak Pejantan dijadikan kawasan wisata alam, wisata selam (diving), wisata goa dan panjat dinding (Rock climbing), wisata susur hutan (jungle tracking), dan pelepasan tukik untuk konservasi satwa penyu.
“Dengan kekayaan alam yang luar biasa itu, kita akan usahakan ke Kementerian LHK agar Pulau Pejantan ditetapkan sebagai kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE),” ungkapnya.
Menurut hasil riset sementara Tim Kementerian Lingkungan Hidup di sana, bahwa Pulau Pejantan, Pulau Pejantan sangat unik dan harus dipertahankan karena memiliki potensi besar untuk pariwisata dan pusat keragaman hayati.
“Dengan kekayaan alam yang luar biasa itu, kita akan usahakan ke Kementerian LHK agar Pulau Pejantan ditetapkan sebagai kawasan konservasi Suaka Margasatwa (SM) atau Kawasan Ekosistem Esensial (KEE),” ungkapnya.
Menurut hasil riset sementara Tim Kementerian Lingkungan Hidup di sana, bahwa Pulau Pejantan, Pulau Pejantan sangat unik dan harus dipertahankan karena memiliki potensi besar untuk pariwisata dan pusat keragaman hayati.
Di pulau yang memiliki luas 927,34 hektare ini, tim menemukan menemukan spesies baru seperti tupai yang memiliki bulu tiga warna, biawak dengan corak berbeda, pepohonan di atas batu granit, dan aliran air di bawah batu granit, ekosistem mangrove, hutan pantai, hutan hujan dataran rendah, ekosistem goa batu granit, dan ekosistem terumbu karang.
Pulau Pejantan yang diketahui seluas 927,34 Ha ini terletak di Desa Mantebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 KK dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan.
Pulau Pejantan yang diketahui seluas 927,34 Ha ini terletak di Desa Mantebung, Kecamatan Tambelan, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini dihuni oleh 12 KK dengan jumlah penduduk 40 orang suku Melayu yang berprofesi sebagai nelayan.
Fasilitas umum di pulau ini masih sangat terbatas, sehingga memerlukan sentuhan pembangunan yang intensif.
Sementara itu, Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Tambelan di Tanjungpinang Robby Patria mengatakan, hasil temuan KLHK dan peneliti Jepang tersebut sudah cukup menjadi dasar menetapkan Pejantan sebagai Kawasan Konservasi. Karena peneliti Jepang sudah meneliti selama 4 tahun ditambah dengan hasil riset Tim KLHK.
” Tentu ada yang menarik sehingga mereka sampai empat tahun meneliti pulau yang jauh dari jangkauan manusia. kalau tidak ada yang istimewa
dari Pulau Pejantan tidak mungkin mereka menghabiskan banyak modal untuk sampai ke pulau itu. Kita dorong pemerintah untuk serius menyelamatkan Pejantan dari kegiatan ilegal yang selama ini terjadi di sana,” kata Robby.
Dengan ditetapkannya Pejantan sebagai kawasan Konservasi misalnya,tambah Robby, setidaknya menyelamatkan flora dan fauna di sana dari tangan jahil. Tentu Pulau tersebut lebih aman dan terjaga sehingga bisa jadi kwasan riset Indonesia bahkan dunia karena beberapa tumbuhan dan hewannya tidak ditemukan di daerah lain.(r/dedy swd)
Sementara itu, Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Tambelan di Tanjungpinang Robby Patria mengatakan, hasil temuan KLHK dan peneliti Jepang tersebut sudah cukup menjadi dasar menetapkan Pejantan sebagai Kawasan Konservasi. Karena peneliti Jepang sudah meneliti selama 4 tahun ditambah dengan hasil riset Tim KLHK.
” Tentu ada yang menarik sehingga mereka sampai empat tahun meneliti pulau yang jauh dari jangkauan manusia. kalau tidak ada yang istimewa
dari Pulau Pejantan tidak mungkin mereka menghabiskan banyak modal untuk sampai ke pulau itu. Kita dorong pemerintah untuk serius menyelamatkan Pejantan dari kegiatan ilegal yang selama ini terjadi di sana,” kata Robby.
Dengan ditetapkannya Pejantan sebagai kawasan Konservasi misalnya,tambah Robby, setidaknya menyelamatkan flora dan fauna di sana dari tangan jahil. Tentu Pulau tersebut lebih aman dan terjaga sehingga bisa jadi kwasan riset Indonesia bahkan dunia karena beberapa tumbuhan dan hewannya tidak ditemukan di daerah lain.(r/dedy swd)


























