Ia menambahkan, Dewan Pers tidak mungkin bisa sendirian untuk memberi kritik atau masukan pada pemerintah. Bagaimanapun, itu perlu kerja sama banyak pihak. Dengan begitu, perbaikan kondisi bangsa akan lebih bisa terlaksana.
Mantan rektor Universita Islam Negeri itu mengaku prihatin atas banyaknya media abalabal saat ini. “Medianya abalabal, penulis abal-abal,
terkadang isinya juga abalabal. Ini yang membuat repot banyak pihak,” ujarnya.
Jurnalisme, papar Prof Azra, haruslah berkualitas. Dengan begitu, maka beritanya akan kredibel dan akuntabel atau dapat dipertanggungjawabkan.
Anggota Dewan Pers, Asmono Wikan, yang menjadi pembicara menjelaskan semakin banyak sengketa pers atau pemberitaan yang diadukan ke Dewan Pers, maka hal itu menunjukkan keberhasilan eksistensi lembaga tersebut.
“Artinya, publik mengakui keberadaan Dewan Pers,” ungkapnya. Ia mengutarakan, saat ini tak kurang dari 47 ribu media ada di Indonesia, baik yang profesional maupun yang abalabal. Dari jumlah itu, 43 ribu diantaranya media daring.
Untuk itu, ia berpesan agar masyarakat memahami keberadaan atau kualitas media yang ada.
“Jika publik sudah tahu media yang tidak berkualitas, ya beritanya tidak usah dipercaya. Masih banyak publik yang percaya pada media yang tidak kredibel,” kata dia.
Anggota Dewan Pers lainnya, A Sapto Anggoro, dalam seminar tersebut menuturkan, kalau ada media yang melakukan kritik pada pemerintah, itu bukan bentuk keusilan.

























