WARTAKEPRI.co.id, KARIMUN – Aksi unjuk rasa ratusan warga Kampung Ambat Jaya, Desa Pangke Barat, Kecamatan Meral Barat, Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, pada Senin (29/5/2023) menuntut kepada PT Saipem Indonesia Karimun Yard, mendapatkan perhatian serius dari pelbagai pihak.
Salah satu poin tuntutan warga yaitu dampak debu sandblasting akibat aktifitas PT Saipem Indonesia Karimun Yard.
Menyikapi hal tersebut, Founder NGO Akar Bhumi Indonesia, Hendrik Hermawan menyebut bahwa hal tersebut terjadi sudah lama dan wajar saja masyarakat marah dan gusar sehingga melakukan aksi unjuk rasa.

“Aktifitas yang terus menerus dilakukan oleh perusahaan PT Saipem tersebut, tanpa memperhatikan dan peduli terhadap dampak lingkungan sekitar,” tegas Hendrik, Jum’at (2/6/2023).
Akar Bhumi Indonesia sendiri bersama dengan Forum Peduli Kesejahteraan Lingkungan (FPKL), telah memiliki data dan fakta yang lengkap terkait hal tersebut.
“Ada catatan buku harian yang dilengkapi dengan foto dan video yang lengkap dan akurat,” ucap Hendrik.
Hal tersebut kata Hendrik tentunya akan menjadi data-data dan pertimbangan dari ABI dan FPKL untuk menghadapi kondisi ini.
“Sejauh ini ABI bersama dengan FPKL sendiri menunggu hasil verifikasi dari Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian LHK,” ujarnya.
Dimana kata Hendrik tim dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum) Kementerian LHK Republik Indonesia sendiri, sudah terjun langsung ke lokasi (PT Saipem), untuk melakukan verifikasi terkait dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh perusahaan raksasa asal Italia Eropa tersebut, pada Rabu (29/3/2023) lalu.

Masih kata Hendrik, surat dengan nomor 620/ABI-BPPH SUMATERA/PT SAIPEM GATES-XII/2022, berisikan tentang aduan dugaan pelanggaran hukum oleh PT Saipem Indonesia Branch Karimun (SIBK), sudah dilayangkan.
“Hal tersebut merupakan kejahatan lingkungan sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa, mengingat dampaknya cukup panjang dan sangat merugikan masyakarat dan dapat memicu ekosida,” tutur Hendrik.
Kendati demikian, Akar Bhumi Indonesia sendiri menyayangkan aksi unjuk rasa dengan adanya penutupan akses jalan masuk bagi para pekerja.
“Boleh melakukan demo, berunjuk rasa dengan tertib serta tidak mengganggu masyarakat lain dan juga tidak mengganggu aktivitas yang sedang berjalan,” tandasnya.(Aman)