Setelah Viral, Polisi Amankan 4 Tersangka dan Inilah Sejarah Aksi Kawin Tangkap di Sumba NTT

Kawin Tangkap di Sumba NTT

SUMBA – Setelah Viral akhirnya pihak kepolisian bertindak. Diberitakan Polres Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT) menangkap empat orang terduga pelaku kawin tangkap di Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat. Para ‘penculik’ itu yakni JBT, MN, HT dan VS. “Kami sudah amankan di Mapolres Sumba Barat Daya, termasuk mobil pikap yang digunakan oleh para pelaku,” ujar Kapolres Sumba Barat Daya AKBP Sigit Harimbawan, Kamis malam, (7/9/2023).

Aksi kawin tangkap atau kawin paksa ini terjadi pada Kamis siang (7/9/2023) sekitar pukul 11.30 Wita. Para pelaku yang berjumlah sekitar sepuluh orang, mencegat seorang perempuan, menangkapnya lalu membawa kabur menggunakan pikap.

Lokasi kejadian itu terjadi di simpang pertigaan Desa Waimangura, Kecamatan Wewewa Barat, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada Kamis, 7 September 2023.

Harris Nagoya

Lalu bagaimana Sejarah dan Tradisi Kawin Paksa di Pulau Sumba NTT ini.

Tradisi kawin paksa di Sumba adalah sebuah praktik pernikahan yang kontroversial yang masih berlangsung di beberapa komunitas di Pulau Sumba. Praktik ini dikenal dengan nama “Marapu,” yang merupakan istilah dalam bahasa Sumba yang merujuk pada agama tradisional Sumba.

Namun, penting untuk diingat bahwa praktik kawin paksa ini tidak selalu mewakili semua masyarakat Sumba, dan banyak di antaranya telah beralih ke agama Kristen atau Islam dan meninggalkan praktik ini.

Berikut beberapa informasi penting tentang kawin paksa di Pulau Sumba yang dihimpun victorynews.id dari berbagai sumber:

Adat dan kepercayaan Marapu yang telah ada sejak berabad-abad. Dalam budaya Sumba, pernikahan dianggap sangat penting, dan keluarga seringkali akan mengatur pernikahan anak-anak mereka untuk mempertahankan status sosial, ekonomi, dan kehormatan keluarga.

Alasan Praktik Kawin Paksa. Praktik kawin paksa biasanya terjadi ketika ada perbedaan status sosial atau ekonomi antara dua keluarga.

Misalnya, jika keluarga seorang pria kaya ingin menikahi seorang wanita dari keluarga yang kurang beruntung, mereka dapat menggunakan kekuatan, tekanan, atau ancaman untuk memastikan pernikahan terjadi.

Pria yang melakukan penculikan sering disebut sebagai Ronggeng. Mereka mungkin akan membawa calon pengantin wanita ke rumahnya dan memaksa pernikahan terjadi. Korban diduga bisa mengalami penganiayaan fisik, dan pemaksaan seksual.

Sumber : SumbaStori/victorynews/Detik
Editor : Dedy Suwadha

Google News WartaKepri DPRD BATAM 2025