
WARTAKEPRI.id,co, KARIMUN – Perjanjian kerjasama antara pihak Badan Usaha Pelabuhan (BUP) bersama PT Palugada Karimun Sejahtera (PKS), jadi sorotan Fraksi Nasdem DPRD Karimun.
Sekretaris Fraksi Nasdem DPRD Karimun, Eri Januardin menyebut, dalam pasal 6 pada perjanjian kerjasama antara Badan Usaha Pelabuhan (BUP) bersama PT Palugada Karimun Sejahtera (PKS), disebutkan terdapat hal dan kewajiban, dimana pihak BUP Karimun hanya menerima bagi hasil Rp 57 saja.
“BUP mendapatkan bagi hasil hanya Rp 57 per kilogramnya dari total jumlah loading order yang dilakukan oleh pihak Pertamina kepada PT Palugada Karimun Sejahtera,” ujar Eri, Kamis, 19 Juni 2025.
“Tentu kami menilai, nominal 57 yang diberikan pihak PT PKS ke BUP tersebut tergolong sangat sangat kecil,” tambah Eri.
Untuk itu ia meminta kepada Bupati Karimun agar segera mengevaluasi kerjasama tersebut, Rp 57 per kilogram dari loading order itu kami menilainya masih sangat rendah.
“Perjanjian kerjasama ini diantaranya pembangunan fasilitas penunjang pengoperasian stasius pengisian dan pengangkutan Elpiji (LPG) bulk, di wilayah Pelabuhan Parit Rampak,” paparnya.
Sementara itu, pemilik saham PT Palugada Karimun Sejahtera (PKS), Billy Eko menuturkan, perjanjian tersebut sudah diperbaharui sejak tahun 2024 lalu.
“Nominal Rp 57 itu tertuang dalam perjanjian kerjasama tahun 2022 lalu, pada tahun 2024 kemarin, perjanjiannya sudah diperbaharui kembali dan nominalnya saat ini Rp 75,” beber Eko.
Eko berujar bahwa nominal Rp 75 tersebut sudah melalui perhitungan ulang dan disepakati oleh pihak BUP bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun.
“Dalam menentukan nominal angkanya, kita merujuk pada standar yang telah ditetapkan oleh Pertamina, dalam melakukan loading order dan itu sudah sesuai dengan ketentuan,” imbuhnya.
Terkait kemungkinan apakah bagi hasilnya tersebut dapat ditambahkan, Eko mengatakan hal itu akan dikaji kembali, namun akan menimbulkan resiko.
“Lantaran nominalnya sudah sangat maksimal dan pada tahun 2024 lalu telah ditetapkan perjanjian kerjasama yang baru, maka jika diminta untuk di naikkan kembali pada tahun 2025 ini, pastinya akan menimbulkan resiko bagi investasi kami,” tandasnya.(Junizar)

























