Ada Zat Rare Earth, Lumpur Lapindo Disebut akan Bernilai Triliunan dan Siapa yang akan Kaya?

Lumpur Lapindo
ilustrasi (foto JPNN)

WARTAKEPRI.co.id – Rare earth atau logam tanah jarang memiliki manfaat yang luar biasa untuk sejumlah industri, terutama untuk industri mobil listrik. Richard Schodde, minerals economist and managing Director of MinEx Consulting, sebuah perusahaan konsultan pertambangan yang berbasis di Melbourne, Australia, pernah mengatakan satu mobil listrik membutuhkan sekitar 16 kg rare earth. Dan, ternyata zat rare earth ada di lumpur Lapindo.

Ke depan kebutuhan akan mobil listrik akan semakin meningkat, seiring gerakan dunia yang ingin menekan emisi karbon. Schodde meramalkan, dalam 10 atau 20 tahun ke depan, setengah dari mobil baru yang dikeluarkan pabrikan merupakan mobil listrik.

Peningkatan produksi mobil listrik tecermin juga dari proyeksi kenaikan investasinya. AlixPartners, sebuah perusahaan konsultan yang bermarkas di Newyork, Amerika Serikat, memperkirakan investasi mobil listrik akan mencapai USD330 miliar atau lebih dari Rp4.700 triliun pada 2025.

Harris Nagoya

Tahun 2020 produsen otomotif global telah menghabiskan hampir USD225 miliar atau lebih dari Rp3.200 triliun. Tren mobil listrik itulah yang nantinya akan mengerek permintaan rare earth. Schodde menyatakan permintaan tahunan kolektif global untuk tanah jarang, dua tahun lalu kira-kira 170.000 ton.

Jika banyak negara berkeinginan memproduksi mobil listrik, kebutuhannya akan naik berlipat-lipat. Permintaan yang naik itu tentu saja akan membuat harga rare earth, untuk jenis tertentu, akan semakin meroket. Saat ini saja harga sejumlah jenis rare earth ratusan kali lipat dari harga batu bara.

Mengutip Institute of Rare Earths and Metals, harga sejumlah jenis rare earth terbilang wah. Untuk jenis Neodymium Metal harganya mencapai 157.856,69 euro atau USD178.378 yang kalau dirupiahkan dengan kurs Rp14.300 mencapai Rp2,55 miliar per metrik ton.

Untuk jenis PrNd Mischmetal harganya 145.840,46 euro atau USD164.799 (Rp2,35 miliar). Bandingkan dengan harga baru bara yang berada di kisaran USD200 per metrik ton. Itulah sebabnya rare earth disebut-sebut sebagai harta karun yang diburu dunia. Dan harta karun ini kini ada di lumpur lapindo.

Lapindo Brantas Inc Milik Siapa

Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang ditunjuk BPMIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi di Indonesia.

Saham Lapindo Brantas dimiliki 100% oleh PT Energi Mega Persada melalui anak perusahaannya yaitu PT Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen). Saat ini Lapindo memiliki 50% participating interest di wilayah Blok Brantas, Jawa Timur, Indonesia. Selain Lapindo, participating interest Blok Brantas juga dimiliki oleh PT Medco E&P Brantas (anak perusahaan dari MedcoEnergi) sebesar 32 persen dan Santos sebesar 18 persen. Dikarenakan memiliki nilai saham terbesar, maka Lapindo Brantas bertindak sebagai operator.

Utang Lapindo ke Negara

Utang dana talangan penanganan masalah lumpur Lapindo Sidoarjo, Jawa Timur yang dilakukan PT Lapindo Minarak Jaya (LMJ) milik keluarga Bakrie belum juga selesai. Pemerintah masih mencari formula yang tepat untuk menagih utang anak usaha Lapindo Brantas Inc tersebut.

Dikutip dari laman finande detikcom, Direktur Piutang Negara dan Kekayaan Negara Lain-lain Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, Lukman Effendi mengakui tidak mudah untuk menagih utang ke keluarga Bakrie tersebut.

“Kita lagi bahas terus ini dicarikan formula yang pas gitu lho. Ini kan nggak mudah sebenarnya untuk menyelesaikan piutang ini. Kita terus berproses, kita terus mencari formula-formula yang pas,” kata Lukman dalam Bincang Bareng DJKN secara virtual, Jumat (22/10/2021) lalu.

Direktur Hukum dan Hubungan Masyarakat DJKN, Tri Wahyuningsih Retno Mulyani menambahkan bahwa pihaknya terus menghitung nilai tanah yang terkena lumpur Lapindo untuk didiskusikan lebih lanjut.

“Di situ itu ada tanah yang kena lumpur, nah tanah yang kena lumpur itulah yang jadi diskusi di antara kita. Tentunya kalau sudah kena lumpur harus dinilai atau nggak, itu yang tadi dimaksud oleh Pak Lukman. Ini semuanya kita sedang berproses,” tuturnya dalam kesempatan yang sama.

Untuk diketahui menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2019, total utang Lapindo Minarak Jaya kepada pemerintah sebesar Rp 1,91 triliun hingga 31 Desember 2019 dengan rincian pokok utang sebesar Rp 773,38 miliar, bunga Rp 163,95 miliar, dan denda Rp 981,42 miliar.

Sementara itu, pembayaran yang baru dilakukan oleh perseroan adalah Rp 5 miliar. Utang tercipta lantaran pemerintah memberikan dana talangan senilai Rp 773,8 miliar untuk melunasi pembelian tanah dan bangunan warga korban luapan lumpur lapindo.(sindonews/detik)



Google News WartaKepri DPRD BATAM 2025