WARTAKEPRI.co.id – Kota Batam sebagai kota industri dan metropolitan justru mengalami krisis keselamatan jalan yang kronis. Jalan raya yang seharusnya menjadi ruang mobilitas aman kini berubah menjadi lokasi kematian berulang. Ppp
Dalam beberapa bulan terakhir, kecelakaan lalu lintas terjadi hampir setiap hari: tabrak lari, pengendara motor yang terseret truk, hingga pejalan kaki yang tewas di jalan protokol.
Semua ini bukan sekadar angka statistik; itu adalah nyawa orang tua, anak-anak, dan pekerja harian yang pulang hanya sebagai kabar duka.
Tragisnya, maraknya kecelakaan bukan semata kesalahan pengendara, tetapi akibat gagalnya tata kelola keselamatan, lemahnya pengawasan, dan minimnya tindakan cepat dari pemerintah.
Batam hari ini bukan sekadar padat dan sibuk Batam sedang berada dalam krisis keselamatan yang serius.
Fakta realita tragis ini menjadi kisah pilu dimana pemerintah Kota Batam sangat lambat dalam merespon pristiwan tragis yang ada. Pemerintah selalu mengedepankan Tindakan reaktif ketimbang preventif sehingga hal ini menjadi dasar yang kuat bahwa pemerintah Kota Batam melakukan Onrechtmatige overheidsdaad (perbuatan melawan hukum oleh pemerintah) adalah tindakan faktual pemerintah yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU AP) dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintahan dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melanggar Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Dari perspektif hukum tata negara dan hukum administrasi pemerintahan, maraknya kecelakaan di Kota Batam tidak hanya mencerminkan persoalan teknis di lapangan, tetapi juga menunjukkan adanya kelalaian negara (state negligence) dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya. Dalam konteks ini, pemerintah baik Pemerintah Kota Batam maupun BP Batam berpotensi melanggar prinsip dasar hukum yang mewajibkan negara untuk melindungi keselamatan warga.
Pasal 28A dan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak atas kepastian, perlindungan, dan keselamatan. Ketika jalan raya menjadi ruang kematian, negara sedang gagal memenuhi kewajiban konstitusional tersebut.
Menurut UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, pemerintah wajib menjalankan pelayanan publik dengan berpedoman pada AUPB, seperti asas kecermatan, asas kepastian hukum, dan asas pelayanan publik.
Namun dalam praktiknya, kondisi jalan dan tata kelola keselamatan di Batam menunjukkan: Pelanggaran asas kecermatan, karena pemerintah tidak melakukan identifikasi dan evaluasi risiko keselamatan jalan secara rutin, Pelanggaran asas kepastian hukum, karena kebijakan keselamatan jalan dilakukan secara sporadis, hanya muncul setelah insiden, bukan melalui perencanaan sistematis, Pelanggaran asas pelayanan publik, karena infrastruktur yang seharusnya mendukung keselamatan justru membahayakan masyarakat. Ini menunjukkan praktik maladministrasi yang nyata dilakukan pemerintah di Kota Batam.
UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan bahwa:
Pemerintah bertanggung jawab atas manajemen rekayasa lalu lintas, fasilitas keselamatan, penegakan hukum, dan pencegahan kecelakaan.
Pemerintah wajib menyediakan rambu, marka, alat pemberi isyarat, pembatas jalur, penerangan jalan, hingga fasilitas pejalan kaki, Ketika rambu rusak, marka hilang, jalur truk tanpa pembatas, lampu jalan tak berfungsi, dan titik rawan tidak ditangani cepat, kondisi ini bukan lagi kekurangan teknis, tetapi pelanggaran kewajiban legal yang secara jelas telah diatur dalam UU LLAJ.
Dalam hukum administrasi, kegagalan memenuhi mandat undang-undang dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan
melawan hukum oleh badan/pejabat pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad). Ketika
kebijakan keselamatan hanya muncul saat korban meninggal, pemerintah secara moral dan hukum telah terlambat menjalankan mandatnya.
Sehingga KAMMI Pengurus Daerah Kota Batam menyatakan tuntutan kepada Pemerintah Kota Batam:
1. Pemerintah Wajib Memenuhi Kewajiban Konstitusional Melindungi Keselamatan
Warga sebagimana mandat Pasal 28A dan 28H ayat (1) UUD 1945 dengan memastikan keselamatan di jalan raya sebagai hak dasar;
2. Pemerintah Kota Batam dan BP Batam wajib menerbitkan laporan audit keselamatan
dan Audit harus berbasis data, bukan reaktif saat terjadi kematian;
3. Perbaikan Infrastruktur Jalan sebagai Kewajiban Legal Pemerintah;
4. Pemerintah harus menjalankan asas kecermatan, kepastian hukum, dan pelayanan publik sesuai UU Administrasi Pemerintahan Nomor 30 Tahun 2014 dan AUPB serta menjatuhkan sanksi atau evaluasi diperlukan terhadap pejabat yang lalai menjalankan prinsip tersebut;
5. Menetapkan jalur dan waktu operasional wajib bagi truk industri untuk mencegah
tabrakan fatal;
6. Memastikan APBD/APBN dan anggaran BP Batam dialokasikan untukkeselamatan,
bukan hanya pembangunan kosmetik;
7. Pemerintah wajib bertindak segera, bukan setelah tragedi. Dalam perspektif hukum, pembiaran adalah bentuk kelalaian negara (state negligence) yang tidak boleh dibiarkan dan merupakan bagian dari “Onrechtmatige overheidsdaad” (perbuatan melawan hukum oleh pemerintah) adalah tindakan faktual pemerintah yang melanggar hukum dan menimbulkan kerugian.(*)
Tertanda,
Wahyu Kurniadi, Ketua dan Miftahul Huda
Sekretaris Jenderal Pengurus Daerah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PD KAMMI) Batam 2024-2026
Editor : Dedy Suwadha


























