WARTAKEPRI.co.id, NATUNA – Kabupaten Natuna kembali terpilih menjadi daerah yang dijadikan lokasi Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN – P) dari Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sebanyak 25 orang Mahasiswa IPB telah tiba di Ranai, yang berangkat dari Tanjungpinang menuju Ranai menggunakan KRI Teuku Umar. Mahasiswa ini tiba Minggu (10/7/2016) pagi tiba dengan kapal KRI Tengku Umar 385 di Pelabuhan Selat Lampa.
” Kecamatan Subi menjadikan fokus mahasiswa ITB menyalurkan ilmu dan pengalaman antaranya yaitu Desa pulau Panjang, Desa Subi Besar, Desa Terayak, Desa Kerdau. Masing-masing dari kelompok beranggotakan enam orang dari departemen yang berbeda-beda,” ungkap Wakil Bupati Natuna Ngesti Yuni Suprapti.
Dijelaskan Ngesti, siswa akan ditempatkan sesuai rencana yang telah dibuat. Sebelumnya, berapa waktu lalu telah menerima kunjungan Ketua Tim KKN-T, Dr.Ir Ninuk Purnanigsih, MSi yang didampingi beberapa anggota tim dari IPB. Dalam pertemuan tersebut, Ninuk menjelaskan rencana program KKN-T IPB yang dijadwalkan akan berlangsung pada 10 Juli sampai dengan 5 September 2016.
Lokasi KKN adalah di Kecamatan Subi tepatnya di 4 (empat) desa yaitu Subi Kecil, Subi Besar, Kerdau dan Pulau Panjang.
Ngesti Yunni Suprapti melalui Pemerintah Kabupaten Natuna menyambut baik , dan berharap melalui program-program KKN-T IPB diharapkan dapat memberikan manfaat dalam mendukung pertumbuhan yang optimal bagi masyarakat Kabupaten Natuna.
Tahun 2015
Tahun 2015 IPB juga mengirimkan mahasiswa KKN nya di Kabupaten Natuna Pulau Subi. Dianataranya Tyagita Indahsari W, merupakan mahasiswa SKPM 49 merupakan salah satu mahasiswa yang terpilih untuk melksanakan KKN-P di Natuna berbagi pengalaman di blogs pribadinya.
Selama kurang lebih dua bulan saya dan kelompok saya menjalani KKN-P disini. Di Pulau Subi ini kami mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran yang sangat berharga. Bahkan untuk pertama kalinya kami tinggal di rumah panggung yang sudah sekitar tiga tahun tak berpenghuni.
Kelembagaan yang erat, kerjasama, kearifan lokal serta kepercayaan antar masyarakat dirasa masih sangt kental. Masyarakat di Pulau ini menjunjung tinggi asas kekeluargaan, sehingga tak heran apabila setiap warga desa pasti kenal dengan warga desa lainnya, bakan kenal dengan warga se-pulau.
Adapun kebiasaan unik yang terdapat di Pulau Subi ini, yaitu warga tidak pernah mencabut kunci motornya saat diparkir, baik itu di depan rumahnya sendiri, depan rumah orang lain, maupun di toko.
Hal tersebut karena warga sudah percya satu sama lain sehingga apabila kunci mereka cabut, malah dinggap tidak percaya dan mencurigai warga lain. Selain itu warga juga tidak pernah mengunci pintu rumah mereka dan membiarkannya terbuka walaupun tidak ada orang. Hal ini tentunya sangat membuktikan betapa percayanya warga Subi antara satu dengan yang lain.
Berdasarkan hasil diskusi yang telah kelompok kami lakukan bersama warga Desa Terayak, kami menemukan berbagai potensi yang jika dikelola akan dapat mengembangkan desa ini seperti penyuluhan, ikan, pemandangan, perkebunan, buah, pertanian sayuran, pelayanan masyarakat dan tanaman pekarangan.
Namun kami juga telah menemukan adanya beberapa masalah yang ada seperti kurangnya air bersih, listrik yang hanya 7 jam perhari, tidak adanya pemasaran yang bagus, kurangnya kualitas SDM, kurangnya minat masyarakat untuk bertani, masuknya kapal illegal, pendidikan, ekonomi rumah tangga, masalah alat tangkap dan kebersihan lingkungan.
Untuk itu kami selaku mahasiswa KKN-P IPB mencoba menawarkan beberapa solusi melalui program-program yang telah kelompok kami bawa dari kampus.
Setelah berdiskusi panjang dengan warga, kami menemukan akar permasalahan dari semuanya yaitu kurangnya minat masyarakat untuk mengelola kekayaan SDA yang ada.
Contohnya adalah di Pulau Subi ini rata-rata lahan bersifat subur dan akan tumbuh jika ditanami tumbuhan. Masyarakat disini pun rata-rata memiliki tanah yang dapat mereka kelola.
Namun sayangnya warga belum mau mengelola lahan trsebut karena berbagai alasan, seperti kurangnya air, banyak hama dan alasan yang paling “klasik” yaitu malas untuk merawatnya.
Padahal apabila warga mau mengelola lahan tersebut dengan baik, mereka dapat memenuhi kebutuhan pangan berupa sayur dan buah secara mandiri tanpa harus beli dari luar pulau seperti Kalimantan.
Oleh karena masalah tersebut, kami pun memutuskan untuk mengajukan program-program yang bertujuan untuk memupuk generasi muda agar dapat berambisi untuk mengelola SDA yang sudah ada di Pulau Subi secara optimal. (ricky)


























