KUALA LUMPUR – Malaysia mengalami pergantian kepala negara dengan melantik Sultan Ibrahim Sultan Iskandar sebagai Raja Malaysia ke-17 pada Rabu (31/1/20204). Pria berusia 65 tahun ini, yang dikenal sebagai raja yang kaya raya, menandakan era baru dalam monarki Malaysia.
Sultan Ibrahim, yang juga merupakan penguasa negara bagian Johor, memasuki takhta dengan ditaksir memiliki kekayaan senilai US$ 5,7 miliar atau setara dengan Rp 89 triliun.
Kekayaannya melibatkan aset beragam, termasuk armada jet pribadi, koleksi ratusan mobil mewah, dan pasukan keamanan pribadi.
Penting dicatat bahwa Sultan Ibrahim adalah raja pertama dari negara bagian Johor yang menduduki takhta Malaysia sejak akhir tahun 1980-an.
Namun, pengaruhnya tidak terbatas pada wilayah negaranya saja. Ia memiliki keberagaman usaha di sektor real estat, pertambangan, telekomunikasi, dan kelapa sawit, menunjukkan dimensinya yang lebih luas.
Dengan lebih dari 300 mobil mewah, termasuk satu yang dikabarkan sebagai hadiah dari Adolf Hitler. Dia juga punya armada jet pribadi termasuk Boeing 737 berwarna emas dan biru. Sekarang, Sultan Ibrahim menjelma sebagai tokoh unik dalam dunia kepemimpinan monarki modern.
Penobatan Sultan Ibrahim sebagai raja dihadiri oleh keluarga kerajaan dan tokoh penting termasuk Perdana Menteri Anwar Ibrahim. Upacara penobatan resmi sebagai raja Malaysia ke-17 dijadwalkan akan diselenggarakan secara terpisah.
Sistem monarki bergilir yang unik di Malaysia melibatkan kepala negara dari sembilan negara bagian yang bergantian menjadi raja selama lima tahun. Sultan Ibrahim, dengan latar belakangnya yang kaya dan pengalaman luas, memiliki tanggung jawab untuk memimpin dalam periode ini.
Meskipun peran raja Malaysia cenderung bersifat seremonial, Sultan Ibrahim telah menandakan niatnya untuk menjadi pemimpin yang aktif.
Dalam wawancara dengan media Singapura, ia menegaskan komitmennya untuk fokus pada pemberantasan korupsi dan memperdalam persatuan di negara tersebut selama masa jabatannya yang akan berlangsung selama lima tahun mendatang. (*)
Sumber: Reuters & Tempo
Editor: Denni Risman