Tekanan ekonomi pasca pandemi, kondisi geo politik yang memanas khususnya akibat konflik Rusia – Ukraina, ataupun krisis energi. Dunia membutuhkan solusi. Group of Twenty atau G20 adalah harapan besar untuk menciptakan tatanan dunia yang kolaboratif. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali 15-16 November 2022 adalah momentum penting, dimana harapan itu sudah didepan mata!
Tidak berlebihan jika G20 diharapkan mampu memberikan solusi bagi permasalahan-permasalahan dunia. Kekuatan ekonomi dan profil negara anggota G20 diperkirakan menguasai sekitar 90 persen Produk Domestik Bruto (PDB) ekonomi dan 80 persen volume perdagangan dunia.
Anggota G20 merepresentasikan dua pertiga populasi penduduk dunia karena terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, serta Uni Eropa.
Dengan kata lain, kekuatan ekonomi negara G20 mencerminkan kekuatan pasar dan arus lalu lintas perdagangan barang dan jasa terbesar di dunia. Jadi dapat dibayangkan bagaimana kolaborasi negara-negara anggota G20 ini.
Mengingat kembali krisis moneter yang terjadi pada 1997-1999, pada 1999 atas inisiasi anggota G7, G20 merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin. Adapun tujuan G20 adalah mewujudkan pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.
Salah satu kesuksesan G20 terbesar adalah dukungannya dalam mengatasi krisis keuangan global 2008. G20 juga telah memacu Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD untuk mendorong pertukaran informasi terkait pajak.
Dalam penanganan pandemi peran G20 mencakup penangguhan pembayaran utang luar negeri negara berpenghasilan rendah. Selain itu, G20 juga berperan dalam isu internasional lainnya, termasuk perdagangan, iklim, serta pembangunan.
Indonesia tahun 2022 mendapatkan mandat sebagai Presidensi G20, memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjadikan KTT G20 di Bali pada 15 – 16 November 2022 benar-benar menghasilkan kolaborasi yang nyata untuk memberikan solusi bagi dunia, yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat dunia. Keberhasilan Presidensi Indonesia G20 nantinya harus terukur dari aspek ekonomi, politik luar negeri, maupun pembangunan sosial.
Kolaborasi Komunikasi
Kolaborasi komunikasi akan menjadi salah satu kunci keberhasilan Presidensi Indonesia G20. Kolaborasi yang dimaksud adalah kolaborasi komunikasi global, yang melibatkan seluruh insan komunikasi dunia. Untuk menggali hal ini lebih dalam, kita dapat menilik dari teori psikolog Heider (1946), tentang prinsip keseimbangan kognitif, yang kemudian diterapkan oleh Newcomb (1953) pada keseimbangan antara dua individu dalam proses komunikasi ketika menganggapi suatu topik tertentu, hingga McLeod dan Chaffee (1973) yang menajamkan dalam teorinya yang disebut Ko-orientasi.
Komunikasi antarkelompok dalam masyarakat berlangsung secara interaktif dan dua arah. Pendekatan ini memandang sumber informasi, komunikator, serta penerima dalam suatu situasi komunikasi yang dinamis. Untuk itu, menjelang puncak KTT G20 di Bali pola komunikasi yang dilibatkan oleh tim komunikasi dapat diarahkan kepada komunikasi dinamis dan interaktif. Kalau pun sifatnya diseminasi informasi searah, subtansi yang disampaikan kepada penerima informasi haruslah yang mampu memancing audience untuk berfikir.
Variabel komunikasi yaitu peristiwa, publik, elite/ pemangku kepentingan, serta media, harus berkomunikasi secara dinamis, interaktif, serta responable. Teori ini menjelaskan bahwa informasi mengenai suatu peristiwa dicari dari, atau didapat oleh, anggota masyarakat dengan mengacu pada pengalaman pribadi, sumber dari kalangan elite, media massa, atau kombinasi ketiganya.
Merujuk pada hal ini, maka isu-isu arus utama seperti ekonomi digital, energi alternatif, jaringan kesehatan global, isu konflik Rusia- Ukraina misalnya, harus dapat dikomunikasikan dengan kondisi yang mendekati kondisi aslinya dalam kehidupan masyarakat. Sehingga, publik dapat membedakan peristiwa berdasarkan relevansi, nilai penting, aktualitas, ataupun tingkat kontroversinya.
Tantangan yang muncul adalah kolaborasi dan penerapannya harus melibatkan masyarakat komunikasi global. Mungkin untuk orkestrasi komunikasi di dalam negeri, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo sudah memiliki hubungan yang baik dengan berbagai komunitas dan media nasional. Namun, untuk G20 Kominfo mendapatkan tantangan untuk mampu melakukan kolaborasi menciptakan orkestrasi dengan komunitas dan media internasional.
Berbagai langkah menuju kolaborasi internasional kini sudah dan sedang dilakukan oleh Kominfo. Berbagai platform media sosial dilibatkan dalam diskusi-diskusi bertema G20. Media-media internasional bergabung untuk ikut dalam orkestrasi ini. Tak hanya media, Kominfo bersama pemangku kepentingan juga melibatkan para diaspora untuk ikut mensosialisasikan isu-isu G20.
Jika Indonesia berhasil dalam mensukseskan Presidensi Indonesia G20 dengan solusi-solusi nyata bagi masyarakat luas, disertai dengan timbulnya kesadaran masyarakat dunia untuk ikut dan terlibat dalam menciptakan kolaborasi untuk kesejahtaraan masyarakat dunia, maka sejarah akan mencatat peran Indonesia bagi dunia.
Hal ini berarti salah satu cita-cita Kemerdekan Indonesia dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “… melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…” telah terwujud!
Penulis: Marroli J Indarto
(Pranata Humas Madya, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik)



























