
WARTAKEPRI.CO.ID, NATUNA – FPSO Marlin Natuna, raksasa baja yang kokoh, siap berlayar mengarungi samudra laut Natuna Utara. Kapal tanker yang dikonversi menjadi unit penyimpanan dan pembongkaran produksi migas, Floating Production Storage and Offloading (FPSO) ini menandai babak baru dalam upaya mencapai kemandirian energi nasional.
FPSO Marlin Natuna merupakan proyek konversi kapal tanker menjadi FPSO pertama di Indonesia. Di balik kemegahannya, terukir dedikasi dan kerja keras dari pemerintah, dalam hal ini Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), dan Medco Energi sebagai kontraktor pelaksana.
Kawasan galangan kapal Pax Ocean PT Dok Warisan Pertama di Tanjung Uncang, Kota Batam, Kepulauan Riau, menjadi saksi sejarah baru di industri maritim Indonesia. Di sanalah, proyek konversi kapal tanker menjadi Floating Production Storage and Offloading (FPSO) pertama di Indonesia terjadwal akan rampung. Kapal hasil konversi ini pun diberi nama FPSO Marlin Natuna
Saat ini, proyek FPSO tersebut telah memasuki fase commisioning atau fase pengetesan secara parsial di kawasan galangan kapal Pax Ocean PT Dok Warisan Pertama di Tanjung Uncang, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, bersama Manajemen SKK Migas melakukan inspeksi pembangunan FPSO Marlin Natuna pada 3 Juli 2024. Kapal raksasa ini memiliki kapasitas produksi 250 Ribu Barrels of Oil Per Day (BOPD), memberikan kontribusi signifikan bagi pemenuhan kebutuhan energi nasional.
“FPSO ini dibangun untuk peningkatan produksi gas dan direncanakan akan sail away (berlayar) pada Agustus, dan digunakan pada saat proyek Forel Onstream di kuartal empat 2024,” kata Dwi Soetjipto kepada wartawan Natuna Kepulauan Riau.
Direktur and Chief Operating Officer Medco Energi Ronald Gunawan, yang turut hadir dalam peninjauan proyek oleh SKK Migas, mengungkapkan optimismenya. “Kami tengah berkoordinasi dengan instansi terkait dalam penyelesaian pembuatan fasilitas produksi tersebut. Kami berterima kasih atas dukungan semua pihak sehingga proyek ini terus berjalan dengan aman,” ujar Ronald Gunawan.
Ronald Gunawan mengatakan, FPSO Marlin Natuna merupakan salah satu bagian penting dari upaya Medco Energi untuk meningkatkan produksi migas di Natuna. “Saat ini, Medco E&P Natuna juga tengah mengembangkan lapangan gas West Belut dan Terubuk melalui pengeboran sumur lepas pantai,” sebutnya.
Lapangan gas West Belut Wilayah Kerja Blok B South Natuna Sea, Kepulauan Riau, ditargetkan selesai pada kuartal keempat tahun ini, sedangkan lapangan gas Terubuk dijadwalkan rampung pada kuartal ketiga 2025.

Ramayulis Piliang pemerhati sosial Kemasyarakatan domisili di Pulau Natuna sangat bagga atas dedikasi anak bangsa, FPSO Marlin Natuna menjadi simbol tekad bangsa untuk mencapai kemandirian energi. Di balik gemerlap teknologi dan megahnya konstruksi, terdapat semangat juang yang tak pernah padam.
“Ini Luar biasa, semangat inilah Insyaallah yang akan mengantarkan Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah, lebih mandiri dan lebih sejahtera,” urainya.
Komitmen Medco Energi dalam mengembangkan potensi migas Natuna patut diapresiasi. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan energi nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Lebih dari sekadar mesin produksi, FPSO Marlin Natuna membawa harapan bagi masyarakat Natuna. Ribuan lapangan kerja tercipta, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengembangkan migas Natuna secara transparan, akuntabel, dan berkelanjutan. Kerjasama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai tantangan dan mensukseskan pengembangan migas Natuna.
“Mari kita dukung upaya pemerintah dalam mengembangkan migas Natuna untuk mencapai kemandirian energi nasional dan meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia,” tegas Ramyulis Piliang yang juga Jurnalis senior yang sangat dihormati di pulau natuna.

FPSO Marlin Natuna: Bupati Wan Siswandi, Harapan Baru Laut Natuna Utara
FPSO Marlin Natuna, hasil konversi kapal tanker menjadi Floating Production Storage and Offloading (FPSO) pertama di Indonesia, tak hanya membawa harapan bagi kemandirian energi nasional, tetapi juga memicu optimisme bagi kemajuan Kabupaten Natuna. Bupati Natuna Wan Siswandi menaruh harapan besar terhadap proyek monumental ini.
FPSO Marlin Natuna diyakini akan membuka peluang ekonomi baru bagi Natuna. Ribuan lapangan kerja tercipta, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan visi dan misi Wan Siswandi untuk membangun Natuna menjadi kabupaten yang maju, mandiri, dan sejahtera.
“Dengan beroperasinya FPSO Marlin Natuna, saya yakin akan ada banyak manfaat yang akan dirasakan oleh masyarakat Natuna,” ujar Wan Siswandi. “Lapangan pekerjaan baru akan terbuka, ekonomi lokal akan tumbuh, dan kesejahteraan masyarakat akan meningkat,” kata beliau buka perbincangan bersama Wartakepri.co.id, Di Natuna, Selasa (23/7/2024).
Wan Siswandi juga menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk mendukung penuh kelancaran operasi FPSO Marlin Natuna. “Kami akan terus berkoordinasi dengan semua pihak terkait untuk memastikan bahwa proyek ini berjalan dengan lancar dan aman,” tuturnya.
Harapan Wan Siswandi bukan tanpa alasan. FPSO Marlin Natuna memiliki potensi besar untuk memacu pembangunan di Natuna. Pendapatan daerah diprediksi akan meningkat, infrastruktur akan berkembang, dan kualitas hidup masyarakat akan membaik.
Namun, Wan Siswandi juga menyadari bahwa masih ada tantangan yang harus dihadapi. “Kita harus memastikan bahwa manfaat dari proyek ini dapat dirasakan oleh masyarakat Natuna,” ujarnya.
Meskipun demikian, Wan Siswandi optimis bahwa FPSO Marlin Natuna akan membawa perubahan positif bagi Natuna. “Ini adalah awal yang baru bagi Natuna,” tegasnya. “Saya yakin bahwa Natuna akan menjadi kabupaten yang maju, mandiri, dan sejahtera di masa depan.” pungkasnya.

22 tahun telah berlalu bagaikan sekejap mata. Sejak tahun 2001, ketika Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) diamanahkan untuk mengelola industri hulu migas di Indonesia, roda pembangunan di sektor ini terus berputar tanpa henti.
Perjalanan ini tak luput dari lika-liku, namun semangat pantang menyerah dan dedikasi tinggi para insan hulu migas mengantarkan Indonesia menuju kemandirian energi yang kian kokoh.
Tonggak sejarah baru pengelolaan hulu migas dimulai dengan UU Migas No. 22 Tahun 2001. SKK Migas, sebagai nahkoda baru, mengemban misi untuk membawa industri ini ke arah yang lebih transparan, akuntabel, dan profesional. Sebuah tugas berat yang ditantang dengan gejolak harga minyak dunia, fluktuasi geopolitik, dan kompleksitas operasi hulu migas.
Namun, di tengah badai tantangan, semangat pantang menyerah para pemangku kepentingan industri ini tak pernah padam.
Kerja sama yang solid antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam mengatasi berbagai rintangan. Dedikasi dan kegigihan mereka mengantarkan industri hulu migas Indonesia menuju masa kejayaannya.
Hasilnya tak sia-sia. Kontribusi industri hulu migas terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) selama 22 tahun terakhir mencapai angka yang fantastis, lebih dari Rp 5.000 triliun. Angka ini menjadi bukti nyata kemanfaatan industri hulu migas bagi perekonomian nasional.
Lebih dari sekadar penyumbang devisa negara, industri hulu migas juga membuka lapangan kerja bagi jutaan rakyat Indonesia
Pembangunan di berbagai daerah pun turut terdorong berkat kucuran dana bagi pengembangan infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk di pulau Natuna dan Anambas.
Meningkatkan pendapatan negara dari sektor migas Serta Memperkuat ketahanan energi nasional dan menjamin kemandirian energi di masa depan Indonesia tercinta. 22 Tahun Mengelola Industri Hulu Migas, Berbakti Bagi Negeri.

























