Berpolitik Karena Panggilan

 

Oleh: Ketua DPC Brigade Kota Batam, Hanafi Sihite

BATAM, WARTAKEPRI.co.id-Sering sekali muncul pernyataan bahwa “politik itu kotor” atau “politik itu kejam” di tengah masyarakat. Pernyataan ini sesungguhnya kurang tepat, jika yang dimaksudkan adalah hakikat politik. Sebab, kata “politik” dirunut dari sejarah kemunculannya berasal dari kata Yunani “polis” yang berarti “kota”. Kota yang dimaksudkan di sini sesungguhnya adalah negara. Sebab, negara pada waktu itu secara geografis tidak terlalu besar. Karena itu, istilah yang dikenal dalam teori-teori ilmu politik adalah city-state (negara-kota).

Harris Nagoya

Dari sinilah, lahir pengertian paling awal mengenai politik sebagai seni, menata negara dalam rangka menciptakan kebaikan bersama (common goods) warga negara-kota tersebut. Atau kalau kata politik dihubungkan dengan kata “polite” dalam bahasa Inggris, kata tersebut berarti kesopanan atau kesantunan. Dengan demikian, bukan politik jika dipraktikkan tidak dengan sikap dan perilaku yang sopan atau santun.

Logo Brigade DPC BatamBerdasarkan pengertian di atas, kalau realitas politik yang terjadi adalah kejam, maka sesungguhnya itu bukanlah hakikat politik adalah kejam. Tetapi karena pemain-pemain atau aktor-aktor politiknyalah, bersikap dan berlaku yang kejam. Merekalah yang mengotorinya, dengan perilaku-perilaku yang justru kontraproduktif dalam rangka membangun dan menata negara.

Pengertian tentang hakikat politik inilah yang harus disosialisasikan, dan ditekankan kepada masyarakat luas. Agar kesalahpahaman tentang pengertian mengenai hakikat politik bisa segera diluruskan. Panggilan agar politik tidak didominasi oleh mereka yang bersikap dan berlaku kotor, diperlukan orang-orang yang tak cukup hanya baik, tetapi juga mau “mengorbankan” diri terjun dan melakukan aktivitas atau praktik politik.

Pengorbanan itu, semata-mata mereka lakukan untuk membawa dan memperjuangkan, nilai-nilai kebaikan dalam proses pembuatan kebijakan politik. Intinya, sesungguhnya pilihan untuk berpolitik haruslah bermula dari panggilan untuk berjuang demi rakyat. Kalau para politikus, berpolitik bukan karena panggilan, maka sesungguhnya mereka telah terjebak kepada perilaku yang menjadikan politik sebagai dagangan dan mata pencaharian. Bagi kelompok ini, politik oleh mereka bukan dijadikan alat atau sarana untuk menyejahterakan orang banyak. Tetapi bagi mereka, politik dijadikan alat untuk menyejahterakan diri sendiri.

Dalam konteks ini, dengan menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Maximilian Weber, seorang sosiolog Jerman, ada dua jenis politisi. Pertama, politisi yang hidup dari politik. Politisi kategori ini menggunakan politik sebagai alat untuk memperkaya diri sendiri. Politik semata-mata digunakan untuk meraih kekuasaan dan ujung-ujungnya digunakan untuk mengumpulkan pundi-pundi harta kekayaan. Politik sama sekali tidak dioerientasikan untuk memperjuangkan nilai. Politik tak lebih dari sekedar tempat persinggahan sementara untuk memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan. Bisa juga politik hanya dijadikan sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan dan kekuasaan itu hanya dijadikan sebagai kebanggaan tanpa adanya rasa tanggung jawab untuk menggunakan kekuasaan itu sebagai alat guna melakukan sesuatu yang lebih besar untuk kebaikan bersama.

Kedua, politisi yang hidup untuk politik. Politisi model kedua ini mengabdikan dirinya untuk politik dengan orientasi bahwa segala aktivitas politik yang dilakukan adalah untuk menata negara dan kebaikan bersama warganya. Politisi model ini menganggap bahwa politik adalah medan perjuangan yang di dalamnya harus ditransformasikan nilai-nilai kebaikan untuk merealisasikan cita-cita kebaikan bersama. Politisi model ini, mencurahkan seluruh kemampuannya untuk mengabdikan diri, untuk menciptakan kebaikan bersama untuk menciptakan keadilan sosial dan keadilan ekonomi.

Politisi yang baik, siap menanggung apa pun risiko dalam politik. Ia rela melakukan apa pun asalkan idealisme politik yang dimiliki benar-benar dapat diperjuangkan dan direalisasikan. Kalau politik dilakukan semata-mata karena panggilan, maka tak ada tempat bagi tindakan-tindakan politik machiavelian atau menghalalkan segala macam cara. Sebaliknya yang dilakukan adalah politik yang mengedepankan moralitas dan etika.

Tidak cukup menggunakan kekuasaan politik untuk melahirkan kebijakan-kebijakan politik untuk kebaikan, tetapi kekuasaan itu sendiri harus didapatkan atau direbut dengan cara-cara yang baik dan sesuai koridor moral dan etika. Dalam konteks ini, prosedur dan mekanisme politik harus dipatuhi agar tidak terjadi kekacauan. Salah satu indikasi konkret bahwa aktivitas politik diterjuni karena panggilan adalah menentukan sebuah kebijakan tanpa pertimbangan kalkulasi untung/rugi dalam konteks material. Politisi yang berpolitik karena panggilan adalah politisi sejati yang sejalan dengan pengertian dan hakikat politik yang sesungguhnya. Politisi ini siap mengorbankan dirinya untuk kepentingan dan melayani masyarakat. Yang dicari bukanlan uang dan sesuatu yang lain yang bersifat material dan kesenangan duniawi. Kepuasan politikus sejati adalah kepuasaan yang bersifat bathiniah karena telah berhasil dalam memberikan pelayanan dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, realitas politik yang kotorlah yang seharusnya melahirkan rasa terpanggil untuk terjun ke dalamnya. Tujuannya adalah untuk melakukan perubahan. Kemampuan dalam melakukan perubahan itulah yang akan menjadi ukuran. Dalam konteks ini, yang diperlukan bukan hanya orang baik dan bermoral, tetapi juga memiliki keberanian dan nafas panjang untuk memperjuangkan dan merealisasikan gagasan-gagasan politik untuk mewujudkan kebaikan bersama untuk rakyat. Jika kaum bermoral justru menjauhi politik dan ikut-ikutan menyatakan bahwa politik itu kotor, maka yang akan berkuasa adalah mereka yang menjadikan politik sebagai “kuda tunggangan” untuk meraih kepentingan-kepentingan pribadi dan memperkaya diri sendiri. Ini adalah logika yang sangat sederhana, tetapi nampaknya kurang dipahami oleh banyak orang. Sebaliknya, yang sering dikampanyekan adalah pernyataan bahwa politik itu kotor, sehingga membuat banyak orang menjadi apatis.

Padahal, jika banyak orang menjadi apatis, maka tentu saja mereka yang ingin menjadikan politik sebagai lahan untuk melakukan tindakan-tindakan pengkhianatan dan penindasan terhadap rakyat akan semakin mudah meraih kekuasaan. Sebab, mereka tidak memiliki kompetitor tangguh dalam memperebutkan kekuasaan.

Oleh karena itu, saudara saudaraku kader Brigade DPC Kota Batam yang memiliki keinginan mulia membentuk suatu tatanan masyarakat yang tertib dan teratur demi meraih cita cita luhur para pendiri bangsa ini yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, aman, sentosa.

Jangan apatis dengan politik dan partai politik karena dengan begitu berarti kita memberikan kesempatan kepada para polikus politikus kotor yang hidup dari politik untuk menang tanpa perlawanan dari kita. Mari kita ciptakan keseimbangan demi cita cita dan tujuan mulia. Selamat pagi saudaraku dan salam Brigade.

Google News WartaKepri DPRD BATAM 2025