Rangga “Sexual Cadaver‎” Ngeband Ngak Mesti Jadi Artis ‎

WARTAKEPRI.co.id, TANJUNGPINANG – ‎Gitar bagi pemuda banyak makna. Mulai dari bagaimana cara mendapatkan gitar hingga perjuangan tetap eksis menjadi gitaris dengan aliran Heavy Metal yang terus dipertahankannya.
Berikut ceritanya yang mungkin bisa menjadi inspirasi bagi Anda yang membacanya.‎  Namanya Rangga Erlando‎, biasa di panggil Rangga lahir  6 juni 1995 di Daik Lingga.
Rangga  mempunyai cerita menarik mengenai ketertarikannya dengan alat musik yaitu gitar.
Kepada wartakepri.co.id, Rangga mengatakan kecintaannya akan musik dimulai saat pertama kali melihat sebuah gitar yang dimainkan oleh teman dan ada rasa yang susah untuk dijelaskan.
“ Saya merasa bahwa saya harus memilikinya, dan saya harus mempelajarinya. Melihat orang yang bisa memainkan begitu banyak lagu dengan sebuah gitar tentu membuat kita menjadi iri, apalagi ketika ia mampu bermain dalam sebuah band. Nah, disitulah dimulainya lahir sebuah niat saya untuk belajar bermain gitar, dan bergabung dalam sebuah band,” tuturnya.
Pada saat itu saya berkata kepada orang tua saya, ‘bisakah saya memiliki sebuah gitar?’, lalu orang tua saya menjawab, ‘belajarlah bagaimana cara memainkannya, barulah boleh membelinya’.
Namun karna diiringi niat dan semangat yang begitu kuat, terlintas lah di pikiran saya, bahwa saya harus memilki gitar dengan uang saya sendiri.
Kebetulan saat diikut sertakan dalam lomba cerdas cermat, dan sekolah kami berhasil mendapatkan juara 2, dengan hadiah uang dari situlah tercapai keinginan membeli sebuah gitar.
Setelah memiliki gitar, tentunya adalah mempelajarinya. Dan kebetulan saat itu ayah saya bisa memainkan gitar, namun tidak hanya dari beliau saja belajar. Akan tetapi membawa gitar itu kemanapun untuk menemui orang yang bisa bermain gitar, baik itu tetangga, teman, maupun saudara, untuk belajar ilmu dari mereka, dan akhirnya berhasil memainkan gitar.
“ Ketika masih duduk di kelas 2 SMP,  ditawarilah oleh teman sekelas saya untuk bergabung dalam band mereka, dan tergabung juga dalam sebuah sanggar. Sanggar tempat saya bernaung itu bernama ‘Sanggar Seni Cahaye Nobad’, dan band kami bernama ‘Ayira’. Disitulah saya mulai bergabung dan memulai karir saya seorang gitaris,”ungkapnya.
Sanggar Seni Cahaye Nobad diketuai olah bang Aan, beliau memilki seorang adik bernama Khemal, yang kuliah di ISI Yogyakarta. Bang khemal memang sosok gitaris yang saya kagumi sejak dulu.
Namun setelah 4 tahun beliau kuliah dan kembali lagi ke Daik Lingga, beliau mulai men doktrin kami dengan musik-musik kerasnya yang sudah ia kuasai semenjak berada di Yogyakarta. 
 
Dimulai dari musik heavy metal, thrash metal, grindcore, dan death metal, beliau bagikan pengalaman dan pengetahuan nya tentang dunia underground kepada kami. Dan disitulah saya mulai mencari referensi band-band metal untuk dipelajari, dan kami dari Ayira pun memulai sebuah genre baru yang tentunya jauh lebih keras.
 
Lebih jauh lagi menjelaskan dengan waktu yang tidak panjang setelah beliau kembali ke Daik Lingga, saya dan teman-teman pun sudah mulai beranjak SMA dan pada akhirnya pun lulus sekolah dan harus memulai dengan dunia perkuliahan.
Dengan bekal jiwa kami yang sudah tertanam musik metal, kami mulai merantau ke kota orang, dan kami mulai berpencar dan terpisah-pisah. Namun hanya satu prinsip yang kami bawa, bahwa kami harus memiliki band masing-masing, dan harus membuktikan bahwa Daik Lingga juga memiliki Metalhead.
“Saat pertama saya berada di kota Tanjungpinang, saya berpikir bahwa saya akan memulai sesuatu yang baru, band baru, pengalaman baru, dan teman baru. Namun kebetulan saya dan bassist saya kuliah di tempat yang sama, yaitu Tanjungpinang, dan kampus kami pun juga sama, yaitu Stisipol Raja Haji. Hanya personil kami yang lain saja berpencar ke kota-kota yang berbeda.”jelasnya.
“Saat itu kami memulainya dengan mencoba mendatangi setiap event metal yang di adakan oleh komunitas yang ada di Tanjungpinang, selain guna untuk menambah pengalaman kami, juga bisa menambah teman-teman metalhead yang bisa bergabung dengan kami dalam sebuah band. Saat itu kebetulan saya berkenalan dengan salah satu mahasiswa Stisipol yang juga vokalis dalam sebuah band metal Tanjungpinang. Dia menawari saya untuk membuat sebuah band, di karenakan band yang ia miliki saat itu merupakan personil yang berasal dari band-band lain. Dan saya pun mengajak bassist saya untuk bergabung, lalu kami merekrut seorang drummer, setelah itu terbentuklah sebuah band yang bernama ‘Genocide of Genital’ yang bergenre Brutal Death Metal,”tuturnya.
Telah banyak hal yang kami lalui setelah terbentuknya band, dari segi kekurangan motor saat ingin pergi jamming, ada kekurangan uang saat ingin bayar jamming, ada selisih pahaman, dan pada akhirnya kami tidak mampu bertahan lama, dikarenakan bassist kami merasa bermain musik metal bukan lah jalannya, dikarenakan kami sebagai metalhead bukanlah mendapatkan uang atau di gaji setiap kali manggung, karena kami bukan layaknya artis, melainkan seorang metalhead yang harus mengeluarkan uang setiap ingin bermain, demi kesenangan bersama teman-teman metalhead, demi meluapkan hobby kami dalam sebuah ruangan kecil, dengan meluapkannya dengan headbang saat mendengarkan alunan kerasnya musik metal di atas panggung. Dan itulah kami.
Satu persatu keluar dari ‘Genocide of Genital’ karena merasa sudah tidak layak lagi bermain musik metal yang hanya menghabiskan uang, dan teman-teman lebih memilih mencari karir yang menghasilkan uang, akan tetapi menjadi Metalhead bukanlah orang yang ingin terkenal, melainkan meluapkan hobby demi kesenangan.
Bang khemal sudah mengajarkan kami semenjak kami berada di Daik Lingga, bahwa ‘kita ini independent, dan kita harus memiliki idealis’. Kata-kata itulah yang saya pegang teguh, dan akhirnya sampai pada saat ini saya bergabung dalam sebuah band bernama ‘Sexual Cadaver’, dengan genre ‘Death/Grind’. Dengan bekal semangat yang kuat, kami akan terus berkarya.
“ Karna kami bukanlah artis yang harus masuk TV, kami bukanlah musisi yang di gaji, tapi kami adalah metalhead sejati, yang berpegang teguh hobby kami ini bukan untuk mencari penghasilan. Dan pada akhirnya sampai ini kami mampu bertahan dan memiliki satu buah lagu,”tuturnya. (sapardi)
Google News WartaKepri DPRD BATAM 2025