Jejak Suku Darat Pulau Rempang: Antara Hidup Nomaden dan Kondisi Terkini

Jejak Suku Darat Pulau Rempang: Antara Hidup Nomaden
Lamat, salah seorang Suku Darat yang tersisa di Pulau Rempang, Batam (dok.kompas)

BATAM – Pulau Rempang menyimpan sebuah kisah tentang keberadaan Suku Darat. Tidak lama lagi mungkin saja kisah mereka akan hilang dengan hadirnya proyek Rempang Eco City.

Rempang, sebagai salah satu pulau terbesar di antara gugusan pulau-pulau kecil di selat Malaka dan Singapura, tidak bisa dipungkiri menyimpan sejarah panjang yang melekat pada suku darat yang menghuni wilayah ini.

BACA JUGA: Berantas Narkoba di Batam, Polda Kepri Razia Tempat Hiburan Malam

WhasApp

Sebelum Pulau Rempang menjadi bagian dari Provinsi Riau dan Kepulauan Riau, serta sebelum adanya administrasi modern, pulau ini telah menjadi tempat hidup bagi dua kelompok Melayu yang unik.

Suatu masa, suku laut atau orang laut dan suku darat hidup berdampingan di pulau ini. Suku laut, yang hidup nomaden di pesisir dengan perahu kajang mereka, berbagi tempat dengan suku darat yang hidup dari hasil hutan.

Lamat Anak (Bin) Kosot, salah satu penduduk asli suku darat Pulau Rempang, berbagi kisahnya.

Lahir dalam kondisi hidup berpindah-pindah, Lamat tumbuh bersama dua kelompok suku darat, yaitu yang hidup di pesisir dengan perahu kajang dan yang menetap di Hulu Sungai Sadap. Namun, seiring berjalannya waktu, kelompok suku darat yang menetap di hulu sungai semakin berkurang jumlahnya.

Tinggal Tersisa 8 Jiwa

Dengan hanya delapan jiwa yang tersisa, Lamat dan keluarganya menghadapi tantangan ekonomi yang sulit.

Rumah yang menjadi tempat tinggal mereka sekarang sudah mulai lapuk, dan listrik yang baru saja masuk ke kampung mereka tidak dapat dinikmati karena keterbatasan ekonomi.

Meskipun kondisinya sulit, Lamat tetap bekerja sebagai pekerja kebun ketika ada yang memperkerjakannya. Menanam dan merawat kebun, memanen kelapa muda, dan membersihkan kebun merupakan sebagian dari kegiatan yang dilakukannya untuk mencari penghasilan.

BACA JUGA: Food Estate dan Wadas: Sorotan Tajam dalam Debat Cawapres 2024 Malam Ini

Namun, dia mengakui bahwa beberapa bulan terakhir, kegiatan mencari ikan di sungai tidak lagi menjadi pilihan karena perahunya rusak dan tak sanggup untuk diperbaiki.

Dalam kondisi terkini, Lamat berharap dapat membayar listrik agar rumahnya bisa terang dengan lampu listrik. Namun, keterbatasan ekonomi membuatnya kesulitan untuk mewujudkannya.

Meski demikian, dia tetap mempertahankan identitas dan bahasa suku daratnya, meskipun kini dia lebih banyak berbicara dalam bahasa Indonesia karena banyaknya orang luar yang datang ke kampungnya.

Kisah hidup Lamat Anak (Bin) Kosot dan suku darat Pulau Rempang menjadi saksi bisu perubahan zaman dan kondisi modern di pulau yang pernah dihuni oleh kelompok unik ini. (*/lip6)

Google News WartaKepri DPRD BATAM 2025