Penumpang Singapura Kecewa, Harga Tiket Feri Batam Melambung Tinggi

Penumpang Singapura Kecewa, Harga Tiket Feri Batam Melambung Tinggi
Kenaikan harga tiket feri batam-Singapura, ikut dikeluhkan penumpang asal Singapura (ilustrasi/foto denni risman)

BATAM – Penumpang Singapura yang sering bepergian ke Pulau Batam, Indonesia, terkejut dengan kenaikan harga tiket feri yang signifikan dalam dua tahun terakhir.

Salah satunya adalah Zheng Huang, seorang manajer asal Singapura, yang terkejut menemukan bahwa harga tiket pulang-pergi ke Batam melonjak menjadi lebih dari $70.

“Saya biasanya mengunjungi Batam setiap akhir pekan untuk makan dan berbelanja, tapi sekarang saya hanya pergi sekali atau dua kali sebulan,” ungkap Zheng kepada The Straits Times, seperti dikutip Selasa (4/6/2024).

Harris Nagoya

Banyak penumpang lain yang merasakan frustrasi yang sama. Zheng dan teman-temannya merasa “disandera” oleh kenaikan harga yang tak terduga ini.

Kenaikan harga ini terjadi setelah Batam, yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau, kembali dibuka untuk wisatawan internasional pada Januari 2022 pasca-pandemi Covid-19.

Kini, misteri di balik kenaikan harga ini mungkin semakin terungkap setelah badan pengawas bisnis independen Indonesia mengumumkan penyelidikan terhadap dugaan kolusi dan penetapan harga oleh operator feri di rute tersebut.

Penyelidikan Dugaan Kartel

Penyelidikan dimulai pada tahun 2022 setelah adanya keluhan dari penumpang.

Pada 29 Mei, media lokal melaporkan bahwa Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah mengungkapkan bahwa operator feri mengenakan biaya antara 800.000 rupiah (S$67) hingga 900.000 rupiah untuk tiket pulang-pergi dari Januari hingga Juni 2022, lebih dari dua kali lipat harga biasanya yang berkisar 270.000 rupiah hingga 450.000 rupiah.

Ridho Pamungkas, kepala KPPU wilayah Sumatra Utara, menyatakan bahwa empat operator sedang diselidiki atas dugaan praktik kartel.

Namun perusahaan induk mereka yang berbasis di Singapura belum dipanggil. Upaya untuk menghubungi perusahaan-perusahaan ini belum berhasil.

“Harga sekarang tidak masuk akal. Tampaknya bisnis telah sepakat untuk menetapkan harga pada nilai yang sama tinggi, sehingga tidak ada persaingan di antara mereka,” kata Ridho.

Kendala Penyelidikan

Ridho mencatat bahwa harga tiket feri antara Batam dan Johor Bahru lebih rendah meskipun perjalanannya lebih lama dua jam, menunjukkan bahwa harga feri Batam-Singapura adalah “tanda yang tidak sehat”.

Penyelidikan KPPU menghadapi banyak hambatan, seperti sulitnya mendapatkan informasi tentang pengeluaran operator feri.

“Manajemen operator feri tidak kooperatif dalam memberikan data, sehingga sulit untuk mengumpulkan bukti,” jelas Ridho, menambahkan bahwa perusahaan induk yang berbasis di Singapura menambah kerumitan karena berada di luar yurisdiksi hukum Indonesia.

Pertemuan dan Tindakan Lanjutan

KPPU mengadakan pertemuan dengan Kementerian Perhubungan, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Batam (BP Batam), dan pemerintah provinsi Kepulauan Riau pada 28 Mei untuk membahas tarif tinggi dan kemungkinan kolusi.

Pertemuan lanjutan akan diadakan di Batam pada 11 Juni dengan kehadiran operator feri.

Dendi Gustinandar, direktur manajemen pelabuhan BP Batam, mengakui bahwa harga tiket feri ke tujuan non-domestik memang naik setelah pandemi.

Sebelum pandemi, layanan feri antara Batam dan Singapura melayani 3,9 juta penumpang per tahun, termasuk 1,9 juta wisatawan asing. Saat ini, penjualan tiket telah pulih 60 persen dari jumlah sebelum pandemi.

Operator feri mengaitkan kenaikan harga dengan naiknya biaya bahan bakar dan jumlah penumpang yang lebih rendah.

Sementara itu, penumpang di terminal feri Batam menolak berkomentar tentang harga tiket. Mereka mengarahkan wartawan untuk “bertanya pada bos”.

Para wisatawan Singapura mengatakan bahwa harga tiket feri yang lebih tinggi akan merugikan sektor pariwisata Batam dan mengurangi kunjungan mereka.

Benson Toh, seorang manajer layanan publik, mengatakan, “Saya merasa perjalanan feri ini mahal karena Batam sangat dekat. Jika harganya terus naik, saya tidak akan pergi ke sana sesering mungkin.”

Nur Fazirah, seorang ibu rumah tangga, mengatakan, “Ini terlalu mahal… Dulu mudah bagi kami untuk bepergian ke Batam, tapi sekarang harganya tidak sepadan.”

Meskipun beberapa penumpang mengerti bahwa operator feri mencoba menutupi kerugian selama pandemi. Mereka tetap merasa harga saat ini tidak dapat dibenarkan.

Harapan untuk Solusi

Farlyana Johari, seorang guru pendidikan khusus di Singapura, mengatakan bahwa kenaikan harga terlalu drastis. Terutama karena tidak ada peningkatan kualitas kapal atau pengurangan waktu perjalanan.

“Ini terlalu mahal hanya untuk pergi ke Batam selama satu jam, lalu kembali,” katanya.

Namun, banyak yang masih akan terus mengunjungi Batam.

Rick Heng, seorang supervisor keamanan, menganggapnya sebagai “situasi memberi dan menerima”.Mengingat kenaikan harga barang dan jasa secara global.

Vincent Lin, seorang pengontrol keuangan, mengatakan, “Saya akan terus bepergian ke Batam dengan feri meskipun ada kenaikan harga. Karena barang-barang di Batam murah, jadi masih sepadan.”

Diharapkan bahwa penyelidikan KPPU dan pertemuan lanjutan akan menghasilkan solusi yang adil bagi semua pihak yang terlibat. Terutama untuk mendukung pariwisata Batam yang penting bagi ekonomi lokal. (*/den)

Sumber: the straits time

Google News WartaKepri DPRD BATAM 2025