BATAM – Kasus gugatan PT Dhani Tasha Lestari (DTL) terhadap perobohan Hotel Pura Jaya di Nongsa kembali digelar dengan menghadirkan saksi ahli dari penggugat pada Selasa (6/8/2024). Sidang ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Yuanne Marietta Rambe dengan hakim anggota Andi Bayu Mandala Putra Syadli dan Douglas R.P. Napitupulu.
Saksi ahli, Mantan Kasubdit Bidang Penyelesaian Persoalan Wilayah Khusus Kemendagri, Hendri Firdaus, menegaskan bahwa lahan yang dikelola oleh BP Batam baru bisa dialokasikan ke pihak ketiga jika telah dinyatakan bersih atau “Clear and Clean”. Ini berarti lahan tersebut bebas dari gugatan, sanggahan, atau tumpang tindih kepemilikan.
Sementara pada kasus ini masih berdiri bangunan Hotel Pura Jaya yang dimiliki PT DTL. Pihak DTL pun sedang mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Artinya di sini, prinsip Clean dan Clear itu tidak berlaku dalam kasus kami. Bangunan kami masih berdiri dan ada gugatan di pengadilan, namun alokasi lahan sudah diberikan ke pihak lain. Serta merobohkan bangunan hotel,” ungkap Kuasa Hukum PT DTL, Muhammad Sayuti, SH, MH.
Muhammad Sayuti, menuduh Tergugat Satu (PT Lamro Matua Sejati/LMS) dan Tergugat Kedua (PT Pasifik Estatindo Perkasa/PEP), serta BP Batam sebagai pemberi izin perobohan, telah bertindak melawan hukum.
Mereka menilai bahwa BP Batam seharusnya menyelesaikan masalah lahan sebelum dialokasikan ke pihak lain.
Dalam persidangan, Sayuti berharap hakim dapat memahami dan memutuskan dengan adil, mengakui dan mengabulkan gugatan mereka.
“Permohonan kami adalah ganti rugi bangunan yang dirobohkan. Mudah-mudahan pengadilan bisa memutuskan untuk menghukum tergugat,” katanya.
Pada sidang sebelumnya, kuasa hukum PT DTL mengungkapkan kekecewaan terhadap saksi dari turut tergugat yang tidak mengetahui prosedur pengalokasian lahan dan tidak bisa menjelaskan proses peralihan atau perolehan lahan secara jelas. (den)