BENGKULU, WARTAKEPRI.CO.ID -Peninggalan-peninggalan penjajah Belanda di Indonesia sedikit banyak masih berperan besar dalam infrastruktur Indonesia, utamanya di daerah-daerah yang terpencil. Meski secara teknologi sudah tertinggal jauh dengan kemajuan yang ada, peninggalan-peninggalan tersebut tetap menjadi perintis yang dibutuhkan masyarakat. Salah satunya adalah peninggalan berupa lori penambangan yang ada di Bengkulu.
Lori-lori tersebut dulunya digunakan sebagai alat transportasi hasil tambang emas yang terdapat di Desa Lebong Tandai, Kecamatan Napal Putih, Kabupaten Bengkulu Utara. Sayangnya setelah ditinggalkan oleh Belanda, tambang ini gagal dikelola dengan baik oleh perusahaan lokal hingga akhirnya terbengkalai dan hanya meninggalkan lori dan rel keretanya saja.
Masyarakat sekitar yang masih tinggal di daerah cukup terpencil tersebut yang membutuhkan transportasi untuk mobilitas melewati medan-medan yang curam dilereng bukit tidak kehilangan akal. Mereka memanfaatkan lori-lori bekas penambangan tersebut dan memodifikasinya sedemikian rupa menjadi sebuah mikrolet namun memiliki lintasan kereta api. Mereka menyebutnya dengan Motor Lori Ekspres.
Molek memiliki pendorong mesin diesel dan didesain seadanya sehingga mampu memutar roda lori yang dihubungkan dengan rantai berukuran besar. Kendaraan ini memiliki empat roda besi dengan jarak masing-masing sumbu roda lebih kurang 1,25 meter. Panjang badan lebih kurang 6 meter dan lebar sekitar 1,5 meter. Molek dapat mengangkut hingga 12 penumpang.
Meski penampilannya lebih mirip seperti kereta odong-odong sebagai sarana wisata di taman safari ketimbang sebuah alat transportasi perintis. Sebagai transportasi yang banyak digunakan masyarakat lokal Molek ternyata dalam pengoperasiannya sehari-hari sangat menantang bahaya, mulai dari jalur yang sudah usang, bantalan rel banyak yang sudah rusak bahkan terdapat jelur jembatan tua yang melewati sebuah sungai dan melintasi lorong dalam bukit.
Menariknya, Molek memiliki seorang supir yang disebut sebagai masinis yang berperan sebagai pengatur kecepatan dari transportasi yang memiliki kopling enam kecepatan termasuk gigi mundur ini. Bahkan Molek juga memiliki setir, gas injak dan rem. Layaknya mikrolet.
Transportasi ini melewati jalur sejauh 35 kilometer dari Air Tenang sampai dengan Lebong Tandai dengan waktu tempuh rata-rata selama lebih kurang 4,5 jam.
Molek berangkat pada pukul 07.00 WIB dari Stasiun Air Tenang hingga Stasiun Ronggeng. Saat ini tidak banyak molek yang beroperasi. Biasanya transportasi ini berangkat berdasarkan pesanan. Pesanan biasanya datang dari masyarakat Lebong Tandai yang ingin keluar desa untuk membeli kebutuhan pangan.
Penumpang harus membayar Rp 25.000 per orang, di luar barang bawaan. Itu pun biayanya sampai di Stasiun Ronggeng saja. Untuk menaiki molek tujuan Sumpit, warga juga dikenai biaya yang sama. Jadi, untuk satu kali perjalanan dari Air Tenang ke Lebong Tandai, ongkos per orang mencapai Rp 100.000.( eddy hasby /goodnews)