BATAM,WARTAKEPRI.co.id – Puluhan kapal menutupi alur sejumlah selat hingga mengganggu jalur transportasi nelayan. Adapun selat yang ditutupi tersebut adalah Selat Pulau Nibung, Selat Pulau Padi dan Selat Bulang.
Informasi di lapangan, penutupan selat yang merupakan alur jalur transportasi tersebut ada tiga pulau yang merasa sangat terganggu. Ketiga pulau tersebut yakni Pulau Lingke, Pulau Gare dan Pulau Bertam.
“Kita repot ketika air surut. Karena kita harus keliling. Dan ini sudah terjadi sejak dua bulan belakangan ini,” ujar Kadir, nelayan di Tanjunguncang membuka keluhannya.
Diakuinya, ia tidak mengetahui apakah perusahaan yang meletakkan puluhan kapal di tengah laut hingga menutupi alur transportasi itu sudah sesuai prosedur atau tidak. Jika memang peletakan kapal ini sudah sesuai aturan, katanya, ia sangat meragukan kinerja pemerintah terkait.
“Luar biasa jika mereka ada izin. Artinya, pemerintah melalui instansi terkait tidak pernah melihat warga yang berada di sekitarnya. Dan ini yang menjadi tanda tanya besar bagi kita,” katanya.
Selain mengganggu alur transportasi bagi nelayan, katanya lebih jauh, sebahagian dari puluhan kapal yang menutup alur itu juga mengancam mata pencarian nelayan dan terumbu karang. Soalnya, di sekitar kapal yang menutup alur itu ada keramba milik nelayan sekitar.
“Kalau surut tidak masalah. Tetapi disaat air pasang dan arus yang kuat, kapal perlahan akan menghantam keramba milik nelayan. Memang setelah dua bulan kapal berada di sana, belum ada yang menjadi korban,” katanya.
Lebih jauh dikatakannya, begitu juga dengan terumbu karang yang ada di sekitar lokasi puluhan kapal yang menutupi alur tersebut juga terancam. Dan biota laut yang ada di sekitar kapal akan hancur jika hal ini tidak disikapi dengan cepat. “Pemerintah harus tanggapi hal ini dengan serius,” ujarnya mengakhiri.
Staf di Kantor Pelabuhan (Kanpel) Batam mengakui tidak semua kapal yang parkir di selat teersebut mengantongi izin. Keberlangsungan puluhan kapal dapat bertahan menutupi laut, katanya, diduga ada permainan petugas lapangan dengan perusahaan yang memarkirkan kapalnya tersebut.
“Satu dua kapal, kemungkinan ada izin layupnya. Tetapi saya yakin tidak semua kapal itu ada izinnya untuk layup. Apalagi hingga menutup jalur transportasi nelayan,” kata sumber di Kanpel yang tidak ingin menyebutkan namanya ini.
Pantauan di lapangan, puluhan kapal ini menutupi jalur transportasi ratusan dari tiga pulau yang akan menuju ke Batam. Hal paling mengganggu dengan keberadaan kapal ini ketika air surut. Dimana, nelayan harus berputar. (spy)
Informasi di lapangan, penutupan selat yang merupakan alur jalur transportasi tersebut ada tiga pulau yang merasa sangat terganggu. Ketiga pulau tersebut yakni Pulau Lingke, Pulau Gare dan Pulau Bertam.
“Kita repot ketika air surut. Karena kita harus keliling. Dan ini sudah terjadi sejak dua bulan belakangan ini,” ujar Kadir, nelayan di Tanjunguncang membuka keluhannya.
Diakuinya, ia tidak mengetahui apakah perusahaan yang meletakkan puluhan kapal di tengah laut hingga menutupi alur transportasi itu sudah sesuai prosedur atau tidak. Jika memang peletakan kapal ini sudah sesuai aturan, katanya, ia sangat meragukan kinerja pemerintah terkait.
“Luar biasa jika mereka ada izin. Artinya, pemerintah melalui instansi terkait tidak pernah melihat warga yang berada di sekitarnya. Dan ini yang menjadi tanda tanya besar bagi kita,” katanya.
Selain mengganggu alur transportasi bagi nelayan, katanya lebih jauh, sebahagian dari puluhan kapal yang menutup alur itu juga mengancam mata pencarian nelayan dan terumbu karang. Soalnya, di sekitar kapal yang menutup alur itu ada keramba milik nelayan sekitar.
“Kalau surut tidak masalah. Tetapi disaat air pasang dan arus yang kuat, kapal perlahan akan menghantam keramba milik nelayan. Memang setelah dua bulan kapal berada di sana, belum ada yang menjadi korban,” katanya.
Lebih jauh dikatakannya, begitu juga dengan terumbu karang yang ada di sekitar lokasi puluhan kapal yang menutupi alur tersebut juga terancam. Dan biota laut yang ada di sekitar kapal akan hancur jika hal ini tidak disikapi dengan cepat. “Pemerintah harus tanggapi hal ini dengan serius,” ujarnya mengakhiri.
Staf di Kantor Pelabuhan (Kanpel) Batam mengakui tidak semua kapal yang parkir di selat teersebut mengantongi izin. Keberlangsungan puluhan kapal dapat bertahan menutupi laut, katanya, diduga ada permainan petugas lapangan dengan perusahaan yang memarkirkan kapalnya tersebut.
“Satu dua kapal, kemungkinan ada izin layupnya. Tetapi saya yakin tidak semua kapal itu ada izinnya untuk layup. Apalagi hingga menutup jalur transportasi nelayan,” kata sumber di Kanpel yang tidak ingin menyebutkan namanya ini.
Pantauan di lapangan, puluhan kapal ini menutupi jalur transportasi ratusan dari tiga pulau yang akan menuju ke Batam. Hal paling mengganggu dengan keberadaan kapal ini ketika air surut. Dimana, nelayan harus berputar. (spy)