BATAM, WARTAKEPRI.co.id – Terdakwa Nelsen Bur yang dituntut hukuman pidana 8 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Barnad pekan lalu, membacakan nota pembelaannya (pledoi), Kamis (25/2/2015) di Pengadilan Negeri Batam.
Pejabat Pemprov Kepri yang didakwakan dengan perkara perdagangan manusia dibawah umur (trafficking) ini, tidak didampingi Penasehat Hukum dan langsung membacakan pledoi tertulisnya sendiri.
Ia mengatakan, tuntutan JPU tidak berdasarkan pasal yang tepat dengan perkara. Pasalnya, dalam tuntutan, terdakwa dianggap terbukti melakukan pelanggaran pasal 102 ayat (1) huruf a UU nomor 39 tahun 2014.
“Pasal tersebut nyatanya, adalah undang-undang tentang perkebunan,” ujarnya.
Hal itu, sambung terdakwa, membuktikan JPU telah menuntut tanpa didasarkan aturan yang berlaku dan tidak sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan.
“Undang-undang yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah UU nomor 39 tahun 2004. Jika JPU merubah tuntutannya akibat kesalahan JPU sendiri, maka saya tidak menerima karena negara kita merupakan negara hukum,” ungkap Nelsen.
Disamping itu, terdakwa juga mengkoreksi keterangan dalam pemeriksaan terdakwa yang tercantun pada tuntutan.
Pejabat Pemprov Kepri yang didakwakan dengan perkara perdagangan manusia dibawah umur (trafficking) ini, tidak didampingi Penasehat Hukum dan langsung membacakan pledoi tertulisnya sendiri.
Ia mengatakan, tuntutan JPU tidak berdasarkan pasal yang tepat dengan perkara. Pasalnya, dalam tuntutan, terdakwa dianggap terbukti melakukan pelanggaran pasal 102 ayat (1) huruf a UU nomor 39 tahun 2014.
“Pasal tersebut nyatanya, adalah undang-undang tentang perkebunan,” ujarnya.
Hal itu, sambung terdakwa, membuktikan JPU telah menuntut tanpa didasarkan aturan yang berlaku dan tidak sesuai dengan tindak pidana yang didakwakan.
“Undang-undang yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia di luar negeri adalah UU nomor 39 tahun 2004. Jika JPU merubah tuntutannya akibat kesalahan JPU sendiri, maka saya tidak menerima karena negara kita merupakan negara hukum,” ungkap Nelsen.
Disamping itu, terdakwa juga mengkoreksi keterangan dalam pemeriksaan terdakwa yang tercantun pada tuntutan.
“Saya tidak pernah mengatakan akan memberangkatkan korban (Nanik dan Fitri) Senin (13/4) 2015 ke Malaysia. Saat itu saya sedang bekerja sebagaimana biasanya, jadi kapan saya memberangkatkan mereka,” paparnya lagi.
Terdakwa meminta agar Majelis Hakim dapat mempertimbangkan pembelaannya agar terbebas dari jeratan hukum. Sementara, JPU Barnad menyatakan untuk tetap pada tuntutan yang telah dibacakan sebelumnya.
Usai Nelsen membacakan pledoinya dan hak minta tanggapannya, Istri terdakwa sempat histeris mendapat respon dari JPU. Ia mengajukan interupsi di persidangan, meminta agar Majelis Hakim bisa lebih adil.
Terdakwa meminta agar Majelis Hakim dapat mempertimbangkan pembelaannya agar terbebas dari jeratan hukum. Sementara, JPU Barnad menyatakan untuk tetap pada tuntutan yang telah dibacakan sebelumnya.
Usai Nelsen membacakan pledoinya dan hak minta tanggapannya, Istri terdakwa sempat histeris mendapat respon dari JPU. Ia mengajukan interupsi di persidangan, meminta agar Majelis Hakim bisa lebih adil.
“Interupsi yang mulia, suami saya tidak salah. Mohon bebaskan suami saya,” ucapnya sembari menangis.
Hakim ketua Wahyu, didampingi dua hakim anggota, menggusir dan meminta pihak keamanan agar istri terdakwa dikeluarlan dari ruang sidang karena dianggap tidak menghargai persidangan.
Hakim ketua Wahyu, didampingi dua hakim anggota, menggusir dan meminta pihak keamanan agar istri terdakwa dikeluarlan dari ruang sidang karena dianggap tidak menghargai persidangan.
“Majelis akan bermusyawarah. Mengingat masa penahanan terdakwa hampir habis, maka Selasa (1/3) adalah sidang putusan terhadap terdakwa Nelsen Bur. Sidang ditutup,” ungkap Wahyu. (nikson)
“Majelis akan bermusyawarah. Mengingat masa penahanan terdakwa hampir habis, maka Selasa (1/3) adalah sidang putusan terhadap terdakwa Nelsen Bur. Sidang ditutup,” ungkap Wahyu. (nikson)