5 Potret Tata Kelola Guru jadi Catatan Korektif FSGI di HGN 2017

HARRIS BATAM

WARTAKEPRI.co.id, JAKARTA – Potret miris mengenai tata kelola profesi guru di seluruh Indonesia, menjadi catatan korektif Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dalam peringatan Hari Guru Nasional (HGN) tahun 2017 ini.

Sedikitnya, ada 5 masalah pokok terhadap profesi guru yang menjadi perhatian serius FSGI. Khususnya terkait perpindahan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah Kota dan Kabupaten ke Pemerintah Provinsi di seluruh Indonesia.

“Persoalan tersebut yang kita kritisi kepada pemerintah,” ujar Heru Purnomo, Sekjen FSGI terpilih dalam Kongres Luar Biasa FSGI ke IV yang digelar di Jakarta, Sabtu (25/11/2017).

Melalui pertemuan nasional yang dilaksanakan dari tanggal 23 hingga 25 November itu, Heru mengatakan bahwa peralihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari Pemerintah Kota dan Kabupaten ke Pemerintah Provinsi, berdampak buruk kepada nasib guru honorer.

Jadwal Imsyak Batam

“Para guru honorer tidak dapat kepastian terkait hak dan kesejahteraan mereka, khususnya sistim penggajiannya,” kata Heru dihadapan puluhan organisasi Serikat Guru Indonesia (SGI) yang bernaung dibawah FSGI.

Kemudian, tentang adanya surat edaran Gubernur di beberapa Provinsi yang isinya memberikan kesempatan kepada sekolah dan komitenya untuk menarik iuran atau SPP dari orang tua peserta didik. Alasannya uang itu digunakan untuk menggaji guru honorer yang gajinya tidak terpenuhi melalui 15 persen alokasi dana BOS.

“Selama ini, Kepala Daerah Provinsi cenderung beralasan SK pengangkatan guru honorer itu bukan oleh Gubernur. Melainkan Kepala Sekolah,” sebut Wakil Sekjen FSGI, Fahriza Marta Tanjung.

Fahriza yang juga seorang guru di Sumatera Utara ini menilai pada umumnya kasus tersebut di setiap Provinsi tidak memiliki kebijakan yang seragam karena otonomi daerah. Seperti yang terjadi di Batam, Indramayu, dan NTB.

“Tentunya pungutan serupa itu akan menambah beban bagi orang tua peserta didik. Padahal dalam UUD 1945 sudah semestinya negara yang menanggung pembiayaan pendidikan,” ungkapnya.

Ditambahkan Wakil Sekjen FSGI yang lain, Satriwan Salim mengatakan untuk program Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) bagi para guru yang mensyaratkan kelulusan dengan nilai minimum 80, merupakan kebijakan yang memberatkan.

“Sebab, jika berkaca kepada hasil nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) secara nasional, raihan nilainya cuma 40 sampai dengan 50 saja,” ucap dia.

Lalu, lanjut dia, tentang fenomena pelibatan dan mobilisasi guru termasuk kepala sekolah untuk kepentingan politik Pilkada daerah. Memasuki tahun politik kedepan, guru mesti profesional dalam bertugas. Jangan mau dimobilisasi untuk politik praktis.

Oleh karena itu, FSGI memandang perlu memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk menjawab 5 permasalahan pokok profesi guru tersebut. Diantaranya adalah dengan cara mendorong KemenPAN-RB untuk segera menyetujui 250 guru dengan sistim pegawai pemerintah sesuai perjanjian kerja (P3K) yang diusulkan oleh Kemendikbud.

Kemudian, mendesak para Gubernur di seluruh Indonesia untuk segera membuat SK pengangkatan Kepsek SMAN/SMKN sehingga bisa menjalankan tugas-tugasnya dengan baik.

Dalam rangka memenuhi wajib belajar 12 tahun, maka sudah semestinya disertai tanggungjawab negara dalam membiayai pendidikan, seperti yang tertuang dalam UUD 1945. Sehingga tidak terjadi pungutan-pungutan yang membebani orang tua peserta didik.

“Termasuk mendesak Gubernur seluruh Indonesia untuk segera membayar gaji guru honorer daerah yang tertunda. Agar para guru memperoleh hak-haknya,” jelas dia.

Disisi lain, syarat nilai kelulusan PLPG sebaiknya lebih realistis sesuai dengan kemampuan guru secara nasional. Begitu juga untuk rekruitmen Kepsek yang harus transparan dan akuntabel dengan model lelang jabatan sistim terbuka.

“Semua itulah yang jadi fokus bersama FSGI dalam rangka peringatan HGN sekarang ini,” tandasnya. (*)

Editor : Ichsan

Google News WartaKepri

Jadwal Imsyak Batam