WARTAKEPRI.CO.ID – Dalam hamparan zaman yang penuh gelombang ketidakpastian, pemerintah menaburkan benih harapan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025. Regulasi ini menjadi suluh di tengah gelapnya ketidakpastian ekonomi. Menjanjikan sandaran bagi mereka yang kehilangan pijakan dalam dunia kerja.
Kebijakan tersebut diapresiasi oleh berbagai pihak. Di antaranya oleh anggota DPRD Provinsi Jawa Timur dari Fraksi PKS, Puguh Wiji Pamungkas. Ia menilai langkah tersebut sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi.
Namun, secercah cahaya itu tak akan menerangi dengan sempurna tanpa jalinan sinergi yang erat antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Oleh sebab itu, dalam perspektif hukum ketenagakerjaan, kebijakan ini harus dilihat dalam konteks sinergi antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
Sebagaimana aliran sungai yang menuju lautan, kebijakan tersebut harus mengalir dengan harmoni, menyatukan tiga entitas besar dalam dunia ketenagakerjaan. Pemerintah hadir sebagai pemegang kendali. Pengusaha sebagai penggerak industri. Adapun pekerja sebagai nyawa dari setiap roda produksi yang berputar.
Jika salah satu kehilangan keseimbangan, maka irama pertumbuhan pun akan terhenti, terhambat oleh ombak kesenjangan.
Sebab, kebijakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) bukan hanya soal pemberian bantuan kepada pekerja yang terkena PHK. Namun, terkait dengan kepastian hukum, tanggung jawab perusahaan, serta perlindungan terhadap dunia usaha agar tetap berkelanjutan.
Perubahan skema JKP dalam PP 6/2025 menandai pergeseran paradigma dalam perlindungan tenaga kerja. Sebelumnya, hanya memberikan 45% upah selama tiga bulan pertama dan 25% di tiga bulan berikutnya. Kini, pekerja yang kehilangan pekerjaan berhak menerima 60% gaji selama enam bulan.
Sebuah asa baru bagi mereka yang terpaksa berpisah dengan dunia kerja, sekaligus angin segar dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi. Dengan adanya PP 6/2025, skema JKP mengalami perubahan yang lebih menguntungkan pekerja dibandingkan aturan sebelumnya.
Namun, kebijakan yang baik hanya akan menjadi sekadar aksara tanpa implementasi yang nyata. Oleh sebab itu, perlu ada gerak sinergis yang menghubungkan kebijakan dengan realitas. Tujuannya adalah agar kebijakan JKP dalam PP 6/2025 dapat berjalan efektif.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) sebagai garda terdepan harus merajut komunikasi dengan para pengusaha. Hal ini untuk memastikan bahwa mereka memahami dan mengadaptasi regulasi tersebut.
Layaknya embun yang membasahi tanah di pagi hari. Sosialisasi yang luas akan membuat kebijakan ini meresap ke seluruh lapisan industri. Memberikan kesejukan bagi para pekerja yang terdampak.
Di sisi lain, pengusaha juga perlu menatap regulasi ini dengan hati yang terbuka. Dengan demikian, meski badai ekonomi datang melanda, memaksa banyak industri untuk merampingkan struktur tenaga kerja, harus tetap ada keadilan.
Mitigasi yang cermat dan perencanaan yang matang menjadi kunci agar kebijakan ini tidak sekadar menjadi pelampung sementara. Namun, sebagai jembatan menuju dunia kerja yang lebih berkelanjutan.
Bagi para pekerja, kepastian akan hak-hak mereka adalah pelita di tengah kegelapan. Ketika nasib mereka terombang-ambing dalam ketidakpastian, informasi yang jelas mengenai prosedur JKP menjadi hal yang mutlak. Mereka harus memiliki pegangan yang kokoh, agar tidak jatuh dalam jurang kebingungan dan ketidakpastian.
Kebijakan tersebut, pada akhirnya, bukan sekadar angka dalam regulasi atau janji dalam pidato. Ia adalah bagian dari gerak sejarah, membentuk narasi baru dalam perlindungan tenaga kerja di Indonesia.
Pemerintah, pengusaha, dan pekerja harus menari dalam harmoni. Semua saling bergandengan tangan dalam irama yang sama. Sebab, hanya dengan sinergi yang utuh, kita dapat melewati badai dan tiba di ufuk harapan yang lebih cerah.
Oleh sebab itu, kerja sama yang baik antara ketiga elemen tersebut, kebijakan JKP tidak hanya menjadi jaring pengaman sosial. Ia juga menjadi instrumen penting dalam menjaga stabilitas ketenagakerjaan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Semoga PP 6/2025 bukan sekadar regulasi yang tertulis di lembaran kertas. Namun, menjadi nafas baru bagi dunia ketenagakerjaan Indonesia. Dengan sinergi yang kokoh, keadilan akan tetap berpijar. Kesejahteraan bagi seluruh insan pekerja akan menjadi kenyataan.
*Muhammad Sinal, Penulis adalah Corporate Legal Consultant, ahli bahasa hukum, fourder Pena Hukum Nusantara, dan dosen Polinema.