WARTAKEPRI.CO.ID – Draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI terus menjadi sorotan publik, terutama terkait isu penghapusan kewenangan Kejaksaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi (tipikor).
Isu ini dinilai berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, yang selama ini telah banyak dilakukan oleh Kejaksaan.
Koordinator Aliansi Aktivis Anti-Korupsi, Agus Satria, bersama Lucian, S.H., menegaskan bahwa penghapusan kewenangan penyidikan Kejaksaan akan menjadi langkah mundur dalam penegakan hukum.
Agus menyoroti kinerja Kejaksaan yang telah berhasil mengungkap berbagai kasus korupsi besar, seperti kasus korupsi Pertamina (Rp 968,5 triliun), PT Timah (Rp 300 triliun), BLBI (Rp 138 triliun), Duta Palma (Rp 78 triliun), PT TPPI (Rp 37 triliun), dan PT ASABRI (Rp 22 triliun).
“Kejaksaan telah bekerja secara profesional dalam mengungkap kejahatan korupsi yang merugikan negara. Jika kewenangan penyidikan mereka dicabut, ini akan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di Indonesia,” tegas Agus dalam keterangannya kepada media pada Sabtu, 15 Maret 2025.
Agus juga mengkritik proses pembahasan RUU KUHAP yang dilakukan secara tertutup tanpa melibatkan publik. Ia menilai hal ini patut dicurigai sebagai upaya untuk melindungi kepentingan kelompok tertentu yang ingin melemahkan Kejaksaan.
“Langkah DPR RI ini bisa jadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap rakyat. Jangan sampai ada penghianat negara di dalam DPR yang justru ingin membatasi kewenangan lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan,” ungkapnya.
Sebagai langkah konkret, Agus meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan dan memastikan bahwa revisi KUHAP tidak melemahkan Kejaksaan.
“Kami berharap Presiden Prabowo memerintahkan Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, untuk membatalkan revisi KUHAP yang melemahkan Kejaksaan dan justru memperkuat kewenangan Jaksa dalam penyidikan,” tandasnya.
Berdasarkan draf RUU KUHAP versi 17 Februari 2025, terdapat upaya untuk memasukkan ketentuan dari peraturan internal kepolisian ke dalam undang-undang, khususnya terkait prosedur penyelidikan dan penyidikan.
Dalam Pasal 6 Ayat (1), (2), dan (3) RUU KUHAP, disebutkan bahwa Polri menjadi satu-satunya institusi yang berwenang dalam penyidikan, tanpa mencantumkan peran Kejaksaan.
Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan KUHAP 1981 yang sebelumnya mengakui kewenangan penyidikan bagi institusi selain Polri.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa draf yang beredar bukanlah versi final. Ia menyatakan bahwa dalam revisi akhir, masih akan diatur tentang penyidik tertentu yang mencakup penyidik KPK, penyidik Kejaksaan, dan penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Saya melihat bahwa draf yang saat ini beredar bukanlah yang terakhir. Dalam draf final, penyidik tertentu seperti penyidik KPK, penyidik Kejaksaan, atau penyidik OJK tetap akan diatur sesuai undang-undang yang berlaku,” jelasnya.
Habiburokhman juga menekankan bahwa RUU KUHAP tidak secara spesifik mengatur kewenangan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu.
“KUHAP adalah pedoman umum dalam hukum acara pidana, bukan untuk mengatur kewenangan penyidikan terhadap kasus-kasus tertentu yang sudah memiliki regulasi sendiri,” katanya. Ia memastikan bahwa Kejaksaan tetap memiliki kewenangan menyidik tindak pidana tertentu berdasarkan UU Tipikor maupun UU Kejaksaan.
Polemik seputar RUU KUHAP ini menegaskan pentingnya keterlibatan publik dalam pembahasannya. Para aktivis anti-korupsi mendesak agar DPR RI membuka proses pembahasan RUU KUHAP secara transparan dan melibatkan berbagai elemen masyarakat agar tidak ada pasal-pasal yang justru melemahkan penegakan hukum.
“Jika RUU KUHAP ini tetap disahkan dengan mencabut kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan, maka ini akan menjadi langkah mundur yang sangat berbahaya bagi hukum dan demokrasi di Indonesia,” tutup Agus.
Presiden Prabowo Subianto juga didesak untuk turun tangan memastikan bahwa revisi KUHAP ini tidak menghambat upaya pemberantasan korupsi yang telah berjalan.
(Ai Online/jrg)