Mengenal Mayjen Pol (Purn) Ursinus Elias Medellu, Pencetus Sistem BPKB di Indonesia

Mayjen Pol. (Purn.) Drs. Ursinus Elias Medellu
Mayjen Pol. (Purn.) Drs. Ursinus Elias Medellu

HARRIS BATAM

WARTAKEPRI.CO.ID – Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) adalah dokumen penting yang wajib dimiliki oleh setiap pemilik kendaraan bermotor di Indonesia.

Tanpa BPKB, kendaraan tidak diakui secara hukum dan berisiko dianggap ilegal. BPKB merupakan bukti sah kepemilikan kendaraan yang diterbitkan oleh satuan lalu lintas Polri. Tanpa dokumen ini, kendaraan bisa dianggap sebagai hasil pencurian atau penggelapan.

Disigen Divisi Humas Polri
Disigen Divisi Humas Polri

Namun, di balik sistem BPKB yang telah menjadi tulang punggung administrasi kendaraan bermotor di Indonesia, ada sosok inspiratif yang patut dikenang: Mayjen Pol. (Purn.) Drs. Ursinus Elias Medellu. Beliau adalah pencetus sistem BPKB yang hingga kini masih digunakan. Sosoknya tidak hanya dikenal sebagai seorang polisi yang berdedikasi tinggi, tetapi juga sebagai pribadi yang jujur, disiplin, dan rendah hati.

Filosofi Hidup yang Menginspirasi  

Ursinus Elias Medellu lahir pada 6 April 1922 di Nusa Utara, Sulawesi Utara. Ia tumbuh dalam lingkungan yang kaya akan nilai-nilai kearifan lokal. Salah satu frasa sastra lama dari Nusa Utara yang sering ia pegang adalah, “Su kasasana wombokang, nidui dasi Genghona” yang berarti “Hidup rendah hati, akan dimuliakan Tuhan.” Filosofi inilah yang menjadi akar inspirasi Ursinus dalam menapaki karir dan kehidupannya.

Ursinus pernah berkata, “Kalau saya mau kaya, saya tak akan jadi polisi.” Ucapan ini mencerminkan integritas dan kesederhanaannya. Meski menjabat sebagai perwira tinggi di kepolisian, ia memilih hidup sederhana dan fokus pada pengabdian kepada negara.

Ursinus memulai kariernya di dunia militer dengan bergabung dalam Lasykar KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) selama Perang Kemerdekaan RI. Ia juga terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Setelah masa perang usai, Ursinus memilih turun pangkat dari Kapten TNI menjadi Letnan Dua Polisi untuk melanjutkan pengabdiannya di kepolisian.

Pada tahun 1965, Ursinus diangkat sebagai Direktur Lalu Lintas Markas Besar Angkatan Kepolisian (MABAK), yang kini dikenal sebagai Mabes Polri. Di sinilah ia mulai merancang sistem administrasi kendaraan bermotor yang lebih terstruktur.

Pada tahun 1960-an, Indonesia menghadapi masalah besar terkait pencurian kendaraan bermotor. Saat itu, sistem administrasi kepemilikan kendaraan masih sangat lemah. Banyak kendaraan yang tidak memiliki dokumen resmi, sehingga sulit dilacak kepemilikannya.

Ursinus, dengan visinya yang jauh ke depan, mencetuskan ide untuk membuat Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB). Pada 29 Januari 1968, BPKB resmi diluncurkan melalui Surat Keputusan Pangak No. Pol. 8/SK/Pangak/1968. BPKB menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Namun, penerbitan BPKB tidaklah mudah. Saat itu, kondisi keuangan negara belum stabil, dan Mabes Polri tidak memiliki anggaran untuk mencetak BPKB. Ursinus memutuskan meminjam uang sebesar Rp34 juta dari Bank Indonesia dengan bunga 12% per tahun. Pinjaman ini harus dikembalikan dalam waktu satu tahun.

Dengan tekad kuat, Ursinus memulai proyek BPKB. Biaya pembuatan BPKB untuk kendaraan roda dua ditetapkan sebesar Rp300, sedangkan untuk roda empat sebesar Rp500. Dalam waktu singkat, proyek ini membuahkan hasil. Pada bulan pertama, Korps Lalu Lintas Polri berhasil mengumpulkan Rp10 juta, dan pada bulan berikutnya, pendapatan meningkat dua kali lipat.

Dana dari BPKB tidak hanya digunakan untuk mengembalikan pinjaman, tetapi juga untuk membeli aset-aset penting bagi kepolisian. Ursinus membeli lahan seluas 4 hektar di Jalan MT Haryono, Jakarta, yang kini menjadi lokasi Gedung Direktorat Polantas. Ia juga membeli pompa bensin, peternakan babi di Tangerang, dan vila di Anyer. Semua aset ini kemudian dikembalikan ke Polri setelah Ursinus pensiun, sebagai bentuk dedikasinya untuk kesejahteraan anggota kepolisian.

Sistem Tilang Tiga Warna  

Selain BPKB, Ursinus juga memperkenalkan sistem tilang dengan tiga warna: merah, kuning, dan hijau. Sistem ini diadopsi dari salah satu negara bagian di Amerika Serikat dan masih digunakan hingga kini. Tilang merah untuk pelanggaran berat, kuning untuk pelanggaran sedang, dan hijau untuk pelanggaran ringan.

Meski memiliki jabatan tinggi dan berhasil menciptakan sistem yang memberikan pemasukan besar bagi negara, Ursinus memilih hidup sederhana. Ia tinggal di sebuah rumah kecil di gang sempit di Jalan Otista III, Jakarta. Rumah itu bahkan dibeli dengan cara mencicil setiap bulan.

Ursinus tidak pernah memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri atau keluarga. Anak-anaknya pun hidup dalam kesederhanaan. Putri sulungnya, Yohima Lamberta, sempat tidak bisa melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia karena keterbatasan biaya. Ursinus meminta Yohima memikirkan adik-adiknya yang masih kecil.

Anak-anak Ursinus mengakui bahwa ayah mereka sangat disiplin dan tidak pernah memberikan fasilitas khusus kepada mereka. Bahkan, ketika salah satu anaknya mendaftar ke Akademi Kepolisian, Ursinus tidak memberikan katebelece (bantuan khusus) sehingga anaknya tidak lulus seleksi.

DISIPLIN DAN INTEGRITAS

Mayjen Ursinus sempat mencoba Porsche buatan Jerman untuk penjajakan sebagai mobil patroli jalan raya. Namun pilihan jatuh pada merek Volvo. Ursinus menjadi orang pertama yang mendatangkan 30 mobil patroli Polantas merek Volvo sri 144 buatan Swedia.

Sedan Volvo buatan Swedia itu menjadi populer di kalangan pejabat dan pengusaha Indonesia. Menyusul kemudian motor patroli Harley Davidson, diadakan Ursinus bagi Polisi Lalu Lintas. Tidak satu sen pun komisi dan embel-embel diambil Ursinus.

Bicara soal disiplin, anak–anak Medellu tidak ada yang menjadi polisi. Menurut mereka, sepanjang hidup sejak kecil hingga remaja, mereka diperlakukan ayah mereka dengan disiplin ketat. Seperti disiplin polisi dalam bertugas.

Semua anak-anak dan cucu Medellu masih berkumpul akrab di rumah kecil di Jalan Otista III A. Warisan disiplin, kejujuran, dan nama baik adalah harta berharga yang diwariskan Ursinus bagi anak dan cucu.
Putri sulung Ursinus, Yohima Lambretta, pada suatu kesempatan sedang berjalan kaki saat pulang sekolah. Ia berteduh karena hujan.

Dia melihat ayahnya, yang Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, menggunakan jas hujan, sedang mengatur lalu lintas di bawah guyuran hujan deras.

Mobil patroli diparkir tidak jauh dari lokasi bertugas. Kala itu jumlah polantas masih sedikit. Yohima kagum melihat ayahnya melayani masyarakat dengan mengatur lalu lintas. Dia berpikir, setelah usai hujan, dia akan pulang nebeng mobil ayahnya.
Usai hujan reda, Ima ditemui ayahnya. Yohima berharap akan diantar pulang ayahnya dengan mobil dinas polisi.

Nyatanya, ayahnya menyuruh Ima pulang sendiri karena mobil dinas tidak boleh dipakai untuk kepentingan pribadi.
Dalam buku biografi, Agnes dkk menulis bahwa soal kejujuran dan integritas, Ursinus tidak bisa ditawar-tawar.

Yohima mengalaminya ketika lulus SMA tatkala lulus pendaftaran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Ursinus mengatakan, dengan gaji polisi, ayahnya tidak bisa membiayai dan meminta Yohima memikirkan lima adiknya yang masih kecil–kecil.

Yohima urung melanjutkan kuliah di FKUI. Akhirnya Yohima masuk Akademi Sekretaris Tarakanita dengan perhitungan bisa langsung kerja setelah lulus sekolah dalam waktu singkat. Yohima yang muslimah sangat akrab dengan adik–adiknya yang lelaki. Dalam acara Natal keluarga besar Medellu, Yohima yang menjadi ketua panitia.

Suatu ketika Yohima curhat kepada ayahnya. Dia bertanya, teman–temannya sesama anak jenderal sudah disediakan perusahaan oleh orangtuanya sebagai bekal selepas kuliah. Ursinus mengatakan, hal seperti itu tidak ada di kamusnya.
Christian Elias Medellu, Imannuel, Medellu, Joel Medellu, mengatakan bahwa anak–anak utama ayah mereka adalah para Polisi Lalu Lintas. Setelah itu, barulah anak–anak kandung yang mendapat perhatian orangtua.

”Jangankan punya mobil pribadi. Zaman itu, ayah kami pejabat tinggi, punya sepeda motor pun boro–boro kami ada,” kata Elias yang dibenarkan saudara–saudaranya.

Daniel menambahkan cerita, adik mereka yang mendaftar masuk Akademi Kepolisian pun tidak mendapat katebelece dari ayah mereka yang jenderal bintang dua. Walhasil, adik mereka tidak lulus seleksi Akademi Kepolisian dan urung jadi polisi.

Saat menjabat sebagai Kapolda Sumatera Utara, Ursinus sempat memperbaiki kompleks Polisi di Kota Medan di Jalan Durian. Kompleks yang dihuni 500 jiwa itu dikepung gunungan sampah, saluran drainase mampet, bahkan anak kecil buang air besar sembarangan di depan rumah.

Ursinus mengabdi dalam berbagai penugasan. Termasuk penumpasan pemberontakan Permesta (1958) dan menjadi Pelaksana Kuasa Perang (Pekuper) di wilayah perbatasan Sangihe Talaud sebagai perwira TNI dengan pangkat titular.

Jenderal bintang dua itu adalah satu dari sekian banyak generasi 45 yang meninggalkan hidup penuh warna bagi generasi saat ini.

Pria yang ikut berjuang bersama Lasykar KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) selama Perang Kemerdekaan RI terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogjakarta, kemudian memilih turun pangkat menjadi letnan dua polisi setelah menyandang pangkat Kapten TNI.

Ursinus Medellu terlibat dalam pencetakan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI), salah satu alat perjuangan Indonesia di bidang moneter. Ia adalah salah satu pengawal Presiden Soekarno, ketika itu Indonesia dalam masa transisi.

Makam Ursinus Elias Medellu di Taman Makam Pahlawan Kalibata
Makam Ursinus Elias Medellu di Taman Makam Pahlawan Kalibata

Warisan yang Tak Ternilai  

Ursinus Elias Medellu meninggal pada 6 Januari 2012 dalam usia 89 tahun. Meski ia tidak meninggalkan harta berlimpah, warisan terbesar yang ia tinggalkan adalah integritas, kejujuran, dan sistem BPKB yang masih digunakan hingga kini.

Anak-anaknya, yang kini hidup rukun dan berkecukupan, mengakui bahwa nilai-nilai yang diajarkan Ursinus jauh lebih berharga daripada harta benda. Mereka bangga memiliki ayah yang selalu mengutamakan pengabdian kepada negara dan sesama.

Ursinus Medellu dinyatakan sebagai Bapak BPKB atas jasanya menciptakan sistem registrasi kendaraan bermotor yang terstruktur. Selain itu, ia juga dikenal sebagai sosok yang jujur dan disiplin. Moshen Klasik, seorang pengamat kepolisian, menyebut Ursinus sebagai “polisi teladan sekaligus panutan.”

Domu D. Ambarita, wartawan Tribunnews.com, menulis, “Dia adalah seorang polisi yang punya jasa besar bagi negeri ini.”

Mayjen Pol. (Purn.) Drs. Ursinus Elias Medellu adalah sosok inspiratif yang patut dikenang. Ia tidak hanya menciptakan sistem BPKB yang menjadi tulang punggung administrasi kendaraan bermotor di Indonesia, tetapi juga meninggalkan warisan integritas dan kejujuran yang langka.

Hidupnya yang sederhana, disiplin, dan penuh dedikasi menjadi teladan bagi generasi muda, terutama bagi mereka yang ingin berkarya untuk kemajuan bangsa. Seperti filosofi hidup Nusa Utara yang ia pegang, “Mutaing dolong, Naung Wadang singkalolong” (Mengarahkan hidup, hati dan tindakan harus sejalan), Ursinus telah membuktikan bahwa hidup yang dijalani dengan integritas akan selalu dikenang dan dihargai.

Artikel ini ditulis/ salin ulang oleh Riky rinovsky jurnalis laut sakti rantau bertuah sebagai bentuk penghormatan kepada Mayjen Pol. (Purn.) Drs. Ursinus Elias Medellu, sang pencetus BPKB, yang telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia.

 

Google News WartaKepri