JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) Indonesia mengeluarkan putusan yang menghapuskan presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden), pada 2 Januari 2025. Artinya pada Pemilu Presiden 2029 mendatang siapapun di Indonesia boleh maju menjadi pasangan calon presiden.
Keputusan ini mengubah ketentuan dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang sebelumnya mengharuskan pasangan calon presiden dan wakil presiden untuk diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi salah satu syarat: memperoleh minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional pada pemilu legislatif sebelumnya.
Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam perkara 62/PUU-XXI/2023, yang diajukan oleh empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Para pemohon berargumen bahwa ketentuan presidential threshold bertentangan dengan prinsip “one man, one vote, one value” karena menyebabkan suara rakyat tidak dihitung secara proporsional dan merugikan demokrasi.
Dengan dihapuskannya presidential threshold, kini calon presiden dan wakil presiden bisa diajukan tanpa harus memenuhi persyaratan tersebut.
Artinya, semakin banyak partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Wakil Ketua MK, Saldi Isra, mengungkapkan bahwa keputusan ini membuka kemungkinan bagi 30 pasangan calon jika ada 30 partai politik peserta pemilu.
Penghapusan ini diyakini akan memperbesar jumlah calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2029, memperkaya pilihan bagi masyarakat dan meningkatkan partisipasi politik. Sebelumnya, ambang batas presidential threshold diatur dalam berbagai perubahan undang-undang sejak 2003, dengan ambang batas terakhir pada 2017.
Putusan ini menunjukkan bahwa MK menganggap presidential threshold bertentangan dengan hak politik rakyat dan prinsip demokrasi yang lebih adil.
BACA JUGA Mahkamah Konstitusi Kabulkan Sanksi Pidana Bagi TNI Polri dan Pejabat Terlibat Politik Praktis
Presidential Threshold (PT)
Presidential Threshold merupakan ketentuan tambahan mengenai pengaturan tentang syarat pencalonan presiden dan wakil presiden. Dikutip dari Jurnal APHTN-HAN berjudul POLITIK HUKUM PRESIDENTIAL THRESHOLD 20% DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017, PT 20% pada awalnya hadir sebagai bentuk untuk memperkuat sistem presidensial. Desain konstitusional PT merupakan ketentuan tambahan mengenai pengaturan tentang syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI.
Jika dilihat dari sejarahnya, PT pertama kali diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2003 terkhusus pada Pasal 5 ayat (4) bahwa “Pasangan calon sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR.”
Kemudian jelang Pemilu 2009, aturan persentase dalam presidential threshold diubah, merujuk UU Nomor 42 Tahun 2008.
“Pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif.”
Selanjutnya, jelang Pilpres 2019, aturan presidential threshold kembali diubah, memakai Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017.
Artinya ketentuan PT ini telah diubah sebanyak dua kali lewat UU Nomor 42 Tahun 2008 dan UU Nomor 7 Tahun 2017. (cnbc)