BATAM – Di tengah hiruk-pikuk kota Batam, sebuah baliho raksasa bergambar Cen Sui Lan tersenyum ramah dengan tulisan “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1446 H” menjadi perhatian warga. Bagi sebagian orang, itu hanyalah baliho ucapan lebaran biasa. Namun, bagi ratusan keluarga yang pernah merasakan sentuhannya, baliho itu adalah pengingat akan kebaikan yang nyata.
Anton (52 tahun) tak kuasa menahan haru saat melintas di bawah baliho setinggi lima meter itu. “Saya ingat betul, setahun lalu, Bu Cen datang langsung ke rumah kami yang hampir roboh,” kenangnya, suara bergetar. “Dia duduk di lantai, minum teh bersama kami, dan mendengarkan keluh kesah kami seperti keluarga sendiri,” paparnya.
Rumah Anton hanyalah satu dari ribuan rumah di kepri yang direnovasi melalui program bedah rumah Cen Sui Lan saat masih menjabat sebagai anggota DPR RI.
Yang membuat program ini berbeda adalah pendekatannya yang personal—tidak sekadar bantuan material, tetapi juga penghargaan atas martabat warga.
Bukan Sekadar Baliho, Tapi Simbol Kepedulian
Rina (28 tahun), pedagang kaki lima di dekat lokasi baliho, mengamati fenomena unik ini. “Biasanya baliho dipasang politisi yang sedang cari suara. Tapi ini lain. Ibu Cen sudah tidak menjabat di DPR, bahkan sekarang jadi Bupati Natuna, tapi masih menyapa warga Batam dengan tulus,” ujarnya.
Bagi warga seperti Ibu Siti (60 tahun), baliho itu adalah monumen kenangan. “24 Desember 2023, beliau datang tanpa pengawalan mewah. Dia duduk di lantai rumah saya yang lapuk, mendengarkan cerita hidup saya sambil mencatat kebutuhan kami,” kenangnya. Yang lebih mengharukan, tim Cen Sui Lan melibatkan pemuda setempat dalam proyek renovasi, memberi mereka pekerjaan dan penghasilan.
Dari Pengusaha Sukses ke Pemimpin yang Merakyat Negeri Berjuluk Laut Sakti Rantau Bertuah
Latar belakang Cen Sui Lan unik perempuan Tionghoa yang memeluk Islam pada 2008, memulai karier sebagai pengusaha sebelum terjun ke politik. “Saya belajar dari bisnis: kepercayaan dibangun dengan tindakan, bukan janji,” katanya dalam sebuah wawancara.
Keputusannya fokus pada program bedah rumah berawal dari keprihatinan pribadi. “Saya pernah melihat seorang nenek tidur di teras karena takut rumahnya roboh. Saat itu saya berjanji: jika diberi kesempatan, saya akan mengubah nasib mereka,” urainya.
Meski kini diamankan masyarakat Natuna menjabat sebagai Bupati Natuna, program Cen Sui Lan masih terus dirasakan warga Batam. “Setahun setelah rumah kami diperbaiki, hidup kami berubah total,” kata Anton. “Cucu-cucu saya bisa belajar dengan tenang, tidak khawatir atap bocor saat hujan.”
Lebih dari sekadar fisik, bantuan itu mengembalikan harga diri warga. “Kami merasa dihargai sebagai manusia,” ujar Ibu Siti.

Menanggapi viralnya baliho tersebut, Raja Mustakim, suami Cen Sui Lan, menjelaskan bahwa pemasangan baliho di sembilan titik strategis di jantung kota Batam sepenuhnya menggunakan dana pribadi. “Ini murni inisiatif kami, tanpa menggunakan APBD sama sekali murni pakai dana pribadi saya,” tegasnya.
Di tengah gemerlap kota Batam, baliho itu tetap berdiri—tak sekadar dekorasi, tetapi pengingat bahwa di balik dunia politik yang kerap dipenuhi janji, masih ada pemimpin yang bekerja dengan hati.
“Setiap kali lewat sini, saya tersenyum,” kata Anton. “Baliho ini bukti bahwa kebaikan itu nyata.”
Mungkin itulah makna kepemimpinan sejati: bukan diukur dari seberapa besar balihonya, tetapi seberapa dalam kebaikannya tertanam di hati masyarakat.
Dan bagi Cen Sui Lan, senyum di baliho itu mungkin hanya ucapan lebaran biasa. Tapi bagi warga Batam, itu adalah tanda bahwa kerja tulusnya—meski kini ia jauh di Natuna masih terus menyinari kehidupan mereka.
(Rk)