WartaKepri.co.id, BATAM – Menyikapi pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang sudah disepakati untuk dibawa dalam sidang Paripurna DPRD RI.
Pembahasan Omnibus Lawa RUU Cipta Kerja oleh Panja DPRD RI yang tidak aspiratif.
Mengesahkan RUU Cipta kerja dalam waktu singkat dan tidak transparan. Dan ini terlihat dalam proses pembahasan dan penyelesaian Omnibus law RUU Cipta Kerja oleh Panja DPR RI yang berpindah pindah tempat dari hotel ke hotel bahkan di hari minggupun dipaksakan untuk tetap rapat dan dimulai tanggal 25 September 2020.
Dari pembahasan Panja tersebut yang terpantau sampai Minggu 27 September 2020, bahwa hasil tidak sesuai dengan harapan Buruh, Padahal DIM yang Buruh kasih ke anggota Panja sudah secara resmi di berikan dengan dibentuknya Team dan dengar pendapat tetapi ternyata tidak sesuai dengan yang di harapkan oleh Buruh. Rakyat di Bohongi wakilnya sendiri.
Adapun 7 alasan Buruh Indonesia MENOLAK ISI OMNIBUS LAW RUU CIPTA KERJA Dan Akan Gelar Mogok Nasional
Setidaknya 32 federasi dan konfederasi di Indonesia telah memutuskan akan melaksanakan unjuk rasa serempak secara nasional yang diberi nama mogok nasional. Belakangan, berbagai elemen serikat pekerja yang lain menyatakan dukungannya dan siap ikut serta dalam pemogokan.
Mogok nasional dilakukan sesuai dengan UU No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU No 21 Tahun 2000 khususnya Pasal 4 yang menyebutkan, fungsi serikat pekerja salah satunya adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan.
Selain itu, dasar hukum mogok nasional yang di lakukan adalah UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Ada 10 isu yang diusung oleh buruh dalam menolak omnibus law RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Kesepuluh isu tersebut adalah berkaitan dengan PHK, sanksi pidana bagi pengusaha, TKA, UMK dan UMSK, pesangon, karyawan kontrak seumur hidup, outsourcing seumur hidup, waktu kerja, cuti dan hak upah atas cuti, serta jaminan kesehatan dan jaminan pensiun bagi pekerja kontrak outsourcing.
Menyikapi rencana pemerintah dan dpr ri yg akan mengesahkan RUU Cipta Kerja dalam sidang paripurna DPR RI, maka F SP LEM SPSI dan buruh Indonesia Seperti KSPI, KSPSI AGN dan beserta 32 Federasi serikat buruh lainnya menyatakan Menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan akan MOGOK NASIONAL pada tanggal 6 sampai 8 oktober 2020 sesuai mekanisme UU no 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dengan Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Dasar hukum lainnya untuk mogok nasional ini adalah UU no 21/2000 tentang SP/SB yang dalam pasal 4 nya berbunyi bahwa salah satu fungsi serikat pekerja adalah merencanakan dan melaksanakan pemogokan. Selain itu juga dipakai UU tentang HAM dan UU tentang hak sipil dan politik masyarakat.
Mogok Nasional ini akan diikuti sekitar 2 juta buruh (rencananya diikuti 5 juta buruh) di 25 provinsi dan hampir 10 ribu perusahaan dari berbagai sektor industri di seluruh indonesia, seperti industri kimia, energi, tekstil, sepatu, otomotif, baja, elektronik, farmasi, dll.
Selain aksi mogok nasional, buruh juga akan mengambil tindakan strategi lainnya sepanjang waktu sesuai mekanisme konstitusi dan per undang undangan yg berlaku. Buruh tidak akan pernah berhenti melawan sepanjang masa penolakan RUU Cipta Kerja yg merugikan buruh dan rakyat kecil.
Tujuh hal yang lainnya, buruh Indonesia menolak keras dan tidak menyetujui hasil kesepakatan tersebut. Ketujuh isi yang telah disepakati pemerintah bersama DPR yang ditolak oleh buruh adalah:
Pertama.
UMK bersyarat dan UMSK dihapus. Buruh menolak keras kesepakatan ini.
UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada. Karena UMK tiap kabupaten/kota berbeda nilainya. Jadi tidak benar kalau UMK di Indonesia lebih mahal dari negara ASEAN lainnya. Karena kalau diambil rata-rata nilai UMK secara nasional, justru UMK di Indonesia jauh lebih kecil dari upah minimum di Vietnam.
Tidak adil, jika sektor otomotip seperti Toyota, Astra, dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport, Nikel di Morowali dan lain-lain, nilai UMK-nya sama dengan perusahan baju atau perusahaan kerupuk. Karena itulah di seluruh dunia ada Upah Minimum Sektoral yang berlaku sesuai kontribusi nilai tambah tiap-tiap industri terhadap PDB negara.
Untuk perundingan nilai UMSK dilakukan oleh asosiasi jenis industri dengan serikat pekerja sektoral industri di masing-masing tingkatan. Keputusan penetapan tersebut melihat jenis sektor industri tertentu saja sesuai kemampuan sektor industri tersebut.
Jadi tidak harus sama rata sama rasa, karena faktanya setiap industri berbeda kemampuannya. Karena itu masih dibutuhkan UMSK.
Kedua.
Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan. Di mana 19 bulan dibayar pengsuaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal. Karena tanpa membayar iuran tapi BPJS membayar pesangon buruh 6 bulan.
Bisa dipastikan BPJS NAKER akan bangkrut atau tidak akan berkelanjutan program jkp pesangon dengan mengikuti skema ini atau dengan kata lain dibuat aturan baru skema pesangon untuk tidak bisa dilaksanakan di lapangan.
Ketiga.
PKWT atau kontrak seumur hidup tidak ada batas waktu kontrak. Buruh menolak PKWT seumur hidup.
Keempat.
Outsourcing pekerja seumur hidup tanpa batas jenis pekerjaan yang boleh di outsourcing. Padahal sebelum, outsourcing dibatasi hanya untuk 5 jenis pekerjaan. Buruh menolak outsourcing seumur hidup.
Kita pertanyakan, siapa yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing? Tidak mungkin buruh membayar kompensasi untuk dirinya sendiri dengan membayar iuran JKP.
Dalam RUU Cipta Kerja disebutkan, buruh kontrak yang mendapai kompensasi adalah yang memiliki masa kerja minimal 1 tahun. Pertanyaannya, bagaiamana kalau pengusaha hanya mengontrak buruh di bawah satu tahun? Berarti buruh kontrak tidak akan mendapatkan konpensasi.
Apalagi buruh outsourcing, siapa yang akan membayar JKP-nya? Sebab mustahil agen outsourcing bersedia membayar JKP buruh. Apalagi kalau outsourcing dikontrak agen di bawah 1 tahun atau perusahaan pengguna pekerja outsourcing mengembalikan ke agen sebelum habis masa kontraknya, makin tidak jelas siapa yang harus membayar JKP-nya?
Belum lagi, siapa yamg membayar upah sisa kontrak dari karyawan kontrak dan pekerja outsourcing kalau kontraknya diputus di tengah jalan sebelum habis masa kontrak yang diperjanjikan pengusaha? Apakah pengusaha atau agen outsourcing mau membayar?
Satu hal yang pasti, dengan DPR setuju dengan karyawan kontrak dan pekerja outsourcing seumur hidup berarti no job security atau tidak ada kepastian kerja bagi buruh Indonesia. Lalu di mana kehadiran negara dalam melindungi buruh Indonesia termasuk melindungi rakyat yang masuk pasar kerja tanpa kepastian masa depannya dengan dikontrak dan outsourcing seumur hidup.
Kelima.
Waktu kerja tetap eksploitatif. Buruh menolak jam kerja yang eksploitatif.
Keenam.
Hak cuti hilang dan hak upah atas cuti hilang. Cuti haid dan melahirkan bagi pekerja perempuan hilang, karena hak upahnya atas cuti tersebut hilang. Cuti panjang dan hak cuti panjang juga hilang.
Ketujuh.
Karena karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, maka jaminan pensiun dan kesehatan bagi mereka hilang.
Buruh berpendapat dpr tidak sungguh sungguh memperjuangkan usulan buruh dan kurang kuat meyakinkan argumentasi nya kpd pemerintah?.. misal, sudah disepakati pemerintah dan dpr bahwa nilai pesangon 23 bulan upah dibayar pengusaha dan 9 bulan upah dibayar bpjs naker tapi kesepakatan yg sudah disepakati dirubah lagi mjd 19 bulan dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS naker, DPR takut?…
Sikap serikat pekerja dari awal di tim perumus bentukan dpr ri adalah keluarkan klaster ketenagakerjaan dari ruu cipta kerja atau uu no 13 tahun 2003 jangan dikurangi nilainya dan sikap buruh yg tidak ingin mengurangi isi uu no 13 /2003 tsb sudah dimasukkan resmi tertulis dalam DIM 7 fraksi DPR tapi dalam 5 hari pembahasan panja baleg dpr Omnibus Law RUU cipta, semua DIM tsb berubah seperti sekarang ini dan merugikan buruh…
Pembahasan RUU cipta kerja klaster ketenagakerjaan ini menurut buruh terasa kejar tayang seperti sinetron, tim pemerintah dan panja baleg tidak profesional dan tidak menguasai masalah.
Ketua Umum FSP LEM SPSI Kepri, Syaipul Padri mengatakan, kemaren juga dari buruh di Macdemort juga melaksanakan aksi mogok kerja.
“Ada sekitar puluhan yangelaksanakan orasi dalam mogok kerja terkait penetapan Omnibus Law RUU Cipta Kerja,” sebutnya.(Adit)